Saya terus menyimak sambil berdiri dalam bus yang masih melaju mencari jalan menuju hotel karena akses yang terhalang portal.
“Whats your name? Where do you come from?” tiba- tiba dia melontarkan pertanyaan kepadaku.
Sambil tersenyum, kujawab tanyanya dalam bahasa serupa. Ia pun tampak mulai tenang, sedunya perlahan hilang. Istri di sebelahnya memberikan gawai sederhana, memintaku menulis kabar untuk anaknya.
“So you can speak English Sir,” tanyaku.
“Of course, I can speak English. I was an English Teacher,” jawabnya semangat.
Jamaah haji asal Selayar Sulawesi Selatan ini lalu bercerita bahwa dirinya adlaah pensiunan guru Bahasa Inggris di SMA. “Saya 12 tahun lalu pensiun dari guru. Istri saya ini pensiun juga dari perawat. Kami mendapatkan uang Tabungan Pensiun (Taspen) dengan nominal yang mencukupi untuk setoran awal ongkos naik haji waktu itu,” sebutnya.
“Kami bulatkan niat untuk mendaftar haji dan mendapatkan nomer porsi. Alhamdulillah ada rezeki untuk melihat Kabah,” ucap Bapak 72 tahun ini. Lelaki yang memiliki tiga orang anak ini mengaku tidak sabar untuk segera ke Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.
Bus sudah terparkir sempurna di depan pintu hotel, jemaah dipersilakan turun dari bus.
“Thank you for your attention, I have to go to my room and prepare to Nabawi,” ucapnya mengakhiri percakapan kami.
(Fahmi Firdaus )