“Kalau sekadar mengambil armada dari tempat atau embarkasi lain, mungkin bisa menyelesaikan pada satu titik, tapi membuka persoalan baru di embarkasi lain untuk pemberangkatan kloter jemaah yang lain,” ujarnya.
Dia menilai, pendekatan penyelesaian Garuda Indonesia atas masalah keterlambatan penerbangan jemaah masih bersifat teknis dan tidak substantif. Hal ini bisa jadi karena Garuda Indonesia belum mempersiapkan mitigasi yang komprehensif.
“Sejak 12 Mei, awal penerbangan sekaligus awal muncul masalah, selalu saja alasannya perbaikan mesin, pengecekkan moda, dan lainnya. Sehingga, masalah terus berulang. Perlu ada terobosan agar penerbangan jemaah haji Indonesia ke depan sesuai jadwal,” tandasnya.
(Fahmi Firdaus )