Niat Butuh Ikhlas
Dalam beramal butuh niat ikhlas. Sebab dalam hadits disebutkan amalan hijrah yang ikhlas dan amalan hijrah yang tujuannya untuk mengejar dunia. Hijrah pertama terpuji, hijrah kedua tercela.
Ibnu Mas'ud menceritakan bahwa ada seseorang yang ingin melamar seorang wanita. Wanita itu bernama Ummu Qais. Wanita itu enggan untuk menikah dengan pria tersebut, sampai laki-laki itu berhijrah dan akhirnya menikahi Ummu Qais. Maka orang-orang pun menyebutnya Muhajir Ummu Qais.
Lantas Ibnu Mas'ud mengatakan, "Siapa yang berhijrah karena sesuatu, fahuwa lahu (maka ia akan mendapatkannya, pen)." (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:74-75. Perawinya tsiqah sebagaimana disebutkan dalam Tharh At-Tatsrib, 2:25. Namun Ibnu Rajab tidak menyetujui kalau cerita Ummu Qais jadi landasan asal cerita dari hadits innamal a’malu bin niyyat yang dibahas).
Namun tentu hijrah bukan karena lillah, cari ridha-Nya, maka tidak dibalas oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Tidak Cukup Niat Ikhlas, juga Harus Ittiba'
Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah mengatakan:
إن العمل إذا كان خالصا ولم يكن صوابا لم يقبل وإذا كان صوابا ولم يكن خالصا لم يقبل حتى يكون خالصا وصوابا فالخالص أن يكون لله والصواب أن يكون على السنة
"Yang namanya amalan jika niatannya ikhlas namun tidak benar, maka tidak diterima. Sama halnya jika amalan tersebut benar namun tidak ikhlas, juga tidak diterima. Amalan tersebut barulah diterima jika ikhlas dan benar. Yang namanya ikhlas, berarti niatannya untuk menggapai ridha Allah saja. Sedangkan disebut benar jika sesuai dengan petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam." (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:72)
Demikianlah penjelasan mengenai hadits Arbain ke-1 tentang niat dan ikhlas. Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)