Kelima poin tersebut sebagaimana berikut: (1) Setangan leher merah putih, (2) Sarung tangan warna putih, (3) Kaus kaki warna putih, (4) Sepatu pantofel warna hitam, (5) Kecakapan/kendit berwarna hijau (dikenakan saat tanda pengukuhan Paskibraka).
"Sungguh tak bernilai dan tak sensitif keagamaan. Dalam pernyataan Kepala BPIP yang menyebutkan pelepasan jilbab hanya pada saat mengibarkan bendera," sambung Kiai Cholil.
Menurut dia, pernyataan yang disampaikan Kepala BPIP Yudian Wahyudi tersebut sangat menyakitkan karena telah bermain-main dengan ajaran agama.
Selain itu, tegas Kiai Cholil, pernyataan tersebut juga bukan untuk kebhinekaan, tetapi merupakan bentuk pemaksaan untuk penyeragaman.
"Adik-adik Paskibraka yang bertanda tangan persetujuan tak memakai jilbab berarti tak boleh ikut mengibarkan bendera kalau masih menggunakan pakaian atribut keagamaan. Ini diskriminasi kepada umat Islam di negeri mayoritas Muslim," tegasnya.
Padahal, kata Kiai Cholil, sila pertama Pancasila itu Ketuhanan yang Maha Esa. Artinya, seluruh anak bangsa berhak untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
Hal itu sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 yang menegaskan jaminan kebebasan beragama, dalam Pasal 28E Ayat (1).
Oleh karena itu, Kiai Cholil menegaskan aturan BPIP yang melarang penggunaan jilbab bagi Paskibraka tidak bijak, tidak adil, dan tidak beradab.
(Hantoro)