Artinya: “Saudara Muslimmu sudah repot-repot (menyediakan makanan) dan kamu berkata, ‘Saya sedang berpuasa?’ Batalkanlah puasamu dan qadha-lah pada hari lain sebagai gantinya,” (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi).
Dari hadits ini menurut Ustadz Ahmad Muntaha para ulama kemudian merumuskan, ketika tuan rumah keberatan atas puasa sunnah tamunya, maka hukum membatalkan puasa sunnah baginya untuk menyenangkan hati (idkhalussurur) tuan rumah adalah sunnah karena perintah Nabi dalam hadits tersebut.
Bahkan, lanjut Ustadz Ahmad Muntaha menyebut, dalam kondisi seperti kasus itu, pahala membatalkan puasa lebih utama daripada pahala berpuasa. Pendapat ini sebagaimana dikemukakan Sayyid Abu Bakar bin Syatha Ad-Dimyathi dalam karyanya, I’anatut Thalibin. Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)