JEDDAH - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi memberi apresiasi kepada petugas yang telah berjuang pada pelaksanaan ibadah haji 2025. Perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PP Muslimat NU menilai petugas haji telah berjuang maksimal di tengah keterbatasan.
“Pertama, saya ingin memberikan apresiasi setinggi-tingginya untuk seluruh petugas haji kita. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, saya melihat semangat luar biasa dari mereka untuk memberikan layanan terbaik kepada para jamaah,” kata Arifatul Choiri Fauzi di Jeddah.
Arifatul memberi saran kepada penyelenggara haji selanjutnya untuk memperbanyak petugas haji perempuan. Jumlah petugas perempuan wajib ditambah agar pelayanan lebih optimal.
“Tahun ini, sekira 55 hingga 60 persen jamaah kita adalah perempuan. Karena itu, komposisi petugas, khususnya petugas perempuan, harus disesuaikan agar bisa memberikan pelayanan yang optimal,” lanjut Arifatul.
Arifatul memberi contoh minimnya jumlah pembimbing ibadah perempuan. Padahal, perempuan memiliki kebutuhan bimbingan ibadah berbeda ketimbang laki-laki.
Menurut Arifatul, ada momen di mana perempuan lebih nyaman mengonsultasikan sesuatu dengan pembimbing perempuan dibanding laki-laki. Ambil contoh saat menanyakan ketentuan bagi perempuan yang sedang menstruasi saat wukuf di Arafah atau ketika hendak menjalani tawaf ifadah dan wada.
Arifatul juga meminta fasilitas yang ramah perempuan. Contohnya penambahan jumlah toilet untuk perempuan. Ide ini muncul karena perempuan biasanya menghabiskan waktu lebih lama ketimbang laki-laki saat di dalam toilet.
“Durasi penggunaan toilet bagi perempuan lebih lama. Maka, sebaiknya jumlah fasilitas toilet untuk perempuan diperbanyak dibandingkan laki-laki. Ini perlu menjadi perhatian dalam perencanaan layanan,” papar perempuan 55 tahun ini.
Arifatul juga menyarankan agar mencari petugas yang bisa berbahasa daerah. Sebab, ada banyak jamaah haji Indonesia yang tak bisa berbahasa Indonesia, melainkan hanya menguasai bahasa daerah.
“Banyak jamaah kita berasal dari masyarakat akar rumput, yang mungkin belum pernah keluar kampung atau naik pesawat. Kehadiran petugas dari daerah yang sama, yang paham bahasa dan budaya lokal, akan sangat membantu secara psikologis,” tutup perempuan kelahiran Bangkalan, Jawa Timur ini.
(Ramdani Bur)