Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Hukum dan Adab Berdoa di Media Sosial

Erha Aprili Ramadhoni , Jurnalis-Senin, 13 Oktober 2025 |11:18 WIB
Hukum dan Adab Berdoa di Media Sosial
Hukum dan Adab Berdoa di Media Sosial (Ilustrasi/Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Berdoa merupakan ibadah dalam ajaran Islam. Kekinian, tak sedikit orang berdoa di media sosial (medsos). Apakah hal ini diperbolehkan? 

Perihal ini, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid, Ali Yusuf, menguraikan pandangan Islam mengenai hal tersebut, dalam 2 dimensi. Keduanya adalah doa khusus dan umum.

Ali Yusuf menegaskan, doa merupakan ibadah, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi dari Nu’man bin Basyir, “Ad-dua hual-ibadah” (Doa adalah ibadah). Ia menjelaskan, berdoa tidak hanya mendatangkan pahala sebagai ibadah, tetapi juga menjadi sarana permohonan kepada Allah yang berpotensi dikabulkan.

1. Adab Berdoa

Namun, ia menekankan pentingnya mematuhi adab dan syarat berdoa. Hal tersebut antara lain beriman kepada Allah, memohon langsung tanpa perantara, memiliki keyakinan akan dikabulkan, disertai usaha nyata, serta memilih waktu-waktu mustajab, seperti pada hari Jumat, saat berpuasa, sepertiga malam terakhir, atau antara azan dan iqamah.

Melansir laman Muhammadiyah, Senin (13/10/2025), dalam konteks doa di media sosial, Ali Yusuf membedakan doa dalam dimensi khusus dan umum. Doa dalam dimensi khusus terikat pada aturan syariat, seperti mengawali doa dengan memuji Allah, membaca selawat, mengangkat tangan, dan dilakukan dengan khusyuk serta tadaru (kerendahan hati).

2. Doa di Medsos

Ia mempertanyakan apakah doa yang diunggah di media sosial memenuhi adab ini. Misalnya, apakah doa tersebut dibaca sambil menghadap kiblat atau hanya tulisan tanpa kekhusyukan. Ia mengingatkan, doa sebagai ibadah harus dijaga dari sikap pamer atau riya, yang dapat mengurangi keikhlasan.

Ali Yusuf juga menyoroti doa dalam dimensi khusus bersifat rahasia antara hamba dan Allah. Mengunggah doa yang mengandung keluh kesah atau aib pribadi, seperti pengakuan dosa, dianggap tidak tepat.

Ia merujuk pada hadis dari Abu Hurairah, “Tidaklah Allah menutupi aib seseorang di dunia melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat,” dan hadis lain yang menyebutkan bahwa dosa umat akan diampuni kecuali bagi mereka yang menampakkannya secara terang-terangan (mujahirun). Mengunggah doa yang membuka aib dapat menghilangkan keberkahan doa dan menyerupai kesombongan.

 

Sebaliknya, doa dalam dimensi umum diperbolehkan dengan tujuan positif, seperti pembelajaran, dakwah, dan silaturahim. Ali Yusuf mencontohkan doa-doa yang diunggah untuk mengedukasi masyarakat, seperti doa harian dengan sumber dalil yang jelas, misalnya doa makan, tidur, atau memohon kesehatan. Doa semacam ini dapat menjadi sarana pembelajaran, terutama bagi generasi muda yang aktif di medsos. 

Selain itu, doa untuk tujuan dakwah, seperti memotivasi kebaikan atau mengajak simpati terhadap mereka yang tertimpa musibah, juga dianggap positif. Contohnya, mengunggah doa untuk kesembuhan seseorang atau kelancaran operasi, yang dapat menggugah solidaritas umat.

Doa dalam dimensi silaturahmi juga diperbolehkan, seperti mendoakan saudara tanpa sepengetahuannya, yang menurut hadis riwayat Muslim dari Abu Darda, akan diamini malaikat. Ali Yusuf menekankan, doa semacam ini mencerminkan amal saleh dan memperkuat hubungan sosial, selama tidak membuka aib atau bersifat pamer.

Ali Yusuf menyebut, berdoa di media sosial tidak sepenuhnya salah, tetapi harus dilakukan dengan bijak. Doa dalam dimensi khusus harus tetap rahasia dan mematuhi adab syariat. Sementara doa dalam dimensi umum dapat diunggah dengan niat positif, seperti pembelajaran, dakwah, atau silaturahmi.

Wallahualam

(Erha Aprili Ramadhoni)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement