Jika seorang istri telah menolak poligami sejak awal pernikahan atau menyadari bahwa suaminya berencana berpoligami tanpa persetujuannya, istri memiliki opsi hukum yang jelas. Al-Qur’an secara tegas memberikan jalan cerai bagi perempuan, sebagaimana tercantum dalam Surat An-Nisa ayat 130:
وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلًّا مِّن سَعَتِهِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ وَاسِعًا حَكِيمًا
Wa in yatafarraqā yughnin-Allāh kullan min sa‘atihi wa kānal-Allāhu wāsi‘an ḥakīmā. (Q.S. An-Nisa: 130)
Artinya: “Dan jika keduanya (suami istri) berpisah, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing mereka dari karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. An-Nisa: 130)
Dalam konteks poligami, istri dapat mengajukan cerai melalui mekanisme khulu’ (istri membayar untuk mendapatkan cerai). Al-Qur’an bahkan menjanjikan bahwa jika perempuan memilih bercerai karena poligami, Allah akan memberikan keluasan rezeki dan kehidupan yang lebih baik.
Bukti nyata dari sunnah Nabi adalah ketika Sayyidah Fatimah, putri Nabi Muhammad SAW, menolak untuk dipoligami oleh suaminya, Ali bin Abi Talib. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Shahih Bukhari, Nabi Muhammad SAW mendukung penolakan putrinya dan melarang Ali berpoligami.