Maulid Nabi, Mengingat Kembali Rasulullah yang Menangis di Pusara Fathimah

Fadhilah Annisa, Jurnalis
Selasa 05 November 2019 10:22 WIB
Ilustrasi. Foto: Shutterstock
Share :

KETIKA hendak menggelar Maulid Nabi Muhammad atau peringatan kelahiran Rasulullah SAW, tentu umat Islam akan teringat perjalanan hidup junjungan tersebut. Di antara banyak sejarah itu, yakni saat ia dibesarkan oleh pamannya, Abu Thalib beserta sang istri Fathimah binti Asad.

Dalam momen Maulid Nabi ini pula kita akan diingatkan kembali bagaimana sayangnya Fatimah kepada Rasulullah, dan sebaliknya betapa sayangnya Nabi Muhammad kepada Fathimah. Sampai-sampai ia menangis dan tidur disamping wanita yang sudah dianggapnya sebagai ibu kandung tersebut.

Tentang Fathimah binti Asad, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sungguh tidak ada orang yang lebih baik kepadaku—sesudah Abu Thalib—lebih dari Fathimah. Aku memakaikan gamisku kepadanya agar ia terbungkus dengan hiasan surga. Aku baringkan ia di dalam lahad agar ia mendapat keringanan siksa kubur.”

Fathimah binti Asad adalah seorang sahabat wanita yang agung. Wanita yang berhijrah kepada Nabi Muhammad dalam iman. Wanita yang menyeru dengan tulus dan sabar.

Fathimah binti Asad ibn Hasyim ibn Abdi Manaf al-Qurasyiyyah al-Hasyimiyyah. Fathimah r.a. adalah istri dari paman Rasulullah SAW, Abu Thalib.

Ilustrasi. Foto: Shutterstock

Fathimah adalah wanita yang mendapat kehormatan untuk mendidik dan mengasuh Rasulullah SAW, saat Nabi Muhammad dalam asuhan pamannya, Abu Thalib. Ia mengasuh Rasulullah lebih dari mengasuh anak-anaknya sendiri. Ia selalu baik kepada Nabi dan selalu menjaganya selama berada dalam asuhan Abu Thalib, pamannya.

Fathimah memiliki peran penting dalam kehidupan Rasulullah SAW. Saat itu Nabi Muhammad merupakan seorang anak yatim yang baru saja beralih asuhan di bawah Bani Hasyim. Karena setelah ibunya, Aminah, wafat, Rasulullah SAW diasuh oleh kakeknya, Abdul Muththalib. Setelah Abdul Muththalib wafat, wasiat beralih ke tangan pamannya, Abu Thalib. Muhammad SAW yang yatim ini pun hidup bersama beberapa anak pamannya itu.

Istri sang paman, Fathimah, bisa merasakan bagaimana penderitaan yang dirasakan oleh anak yang malang ini. Karena itulah, ia curahkan segenap kemampuan untuk menyanyangi dan membesarkan Nabi Muhammad SAW, agar Rasulullah tidak merasa gelisah, terasing, atau berbeda dengan anak-anaknya sendiri.

Bahkan, Fathimah memberikan perhatian khusus kepada Muhammad SAW hingga kadangkala lebih diistimewakan daripada anak-anaknya sendiri. Perlakuan yang baik ini, masih membekas dalam diri Rasulullah SAW.

Nabi tidak pernah melupakan jasa yang telah dipersembahkan oleh Fathimah dan tidak pernah melupakan kebaikan yang telah ia curahkan. Bahkan, Rasulullah SAW berbakti kepada Fathimah laksana kepada ibu kandungnya sendiri dan selalu mengingat segala hal yang telah dilakukan terhadap dirinya.

Rasulullah selalu memegang Fathimah hingga wanita ini wafat. Ia memuliakan makamnya sebagaimana memuliakan makam ibunya sendiri. Rasulullah SAW mendoakan agar Fathimah mendapat nikmat surga yang abadi.

Fathimah adalah wanita yang berakhlak mulia dan memiliki iman yang mendalam serta kepribadian unik dan teguh. Inilah sifat-sifat yang diwariskan kepa para putranya, terutama Ali ibn Abi Thalib r.a. Setelah suaminya, Abu Thalib, meinggal dunia, Fathimah selalu di rumah untuk menjalankan peran yang besar dalam mengasuh anak-anaknya dengan pendidikan yang baik.

Akhirnya Fathimah masuk Islam dan Allah menyinari hatinya dengan cahaya kebenaran dan iman. Fathimah pun berbai’at dihadapan Rasulullah SAW untuk beriman kepada Allah SWT dan hijrah bersama orang-orang yang hijrah ke Madinah al-Munawwarah, sebagai juru dakwah yang berjuang demi mengangkat kalimat Allah dan meneguhkan pilar-pilar Islam.

Bagi Rasulullah SAW, Fathimah adalah salah seorang sosok pembesar keluarga dan tokoh kaumnya. Nabi selalu menyimpan bentuk keikhlasan, muru’ah (kehormatan), dan tepat janji kepada Fathimah r.a. hingga beliau selalu berkunjung kepada Fathimah dan sesekali singgah di rumahnya.

Fathimah binti Asad r.a. telah tinggal di Madinah al-Munawwarah, hijrah di jalan Allah demi mempertahankan akidah. Ia hijrah bersama Rasulullah SAW dan dikelilingi oleh putra-putranya, anak-anak Abu Thalib.

Bersama Rasulullah SAW mereka menyaksikan berbagai peristiwa dan peperangan kecuali Ja’far ibn Abi Thalib yang hijrah (dan tinggal) di Habasyah.

Ketika Ali ibn Abi Thalib r.a. meminang putri Rasulullah SAW, Fathimah az-Zahra, sang ibu merasa sangat bahagia. Namun ketika Az-Zahra telah tinggal di rumahnya sebagai istri yang mulia dan terhormat, Ali merasa khawatir jika sampai terjadi perselisihan antara Az-Zahra dan ibunya, sementara dirinya adalah laki-laki yang sangat berbakti kepada ibunya.

Alhasil, Ali pun menjadi hakim di antara mereka berdua dan ia adalah orang yang paling bijak dan adil. Ali ibn Abi Thalib berkata kepada ibunya, “Cukuplah untuk Fathimah binti Rasulullah SAW. dalam urusan air dan pergi mencari kebutuhan. Adapun ibu cukup dalam urusan penggilingan dan adonan”.

Dengan demikian, Ali telah melindungi ibunya sekaligus istrinya.

Fathimah binti Asad wafat di Madinah al-Munawwarah dalam masa kehidupan Rasulullah SAW. Diriwayatkan dari Ali Ibn Husain r.a. bahwa ia berkata “Ayahku bercerita kepadaku: ’Aku mendengar Amirul Mukminin Ali ibn Thalib berkata: ‘ketika Fathimah binti Asad ibn Hasyim r.a. meninggal, Rasulullah SAW mengafaninya dengan gamis beliau lalu mensalatkannya dan mengumandangkan takbir tujuh puluh kali.

Selanjutnya Nabi turun ke dalam liang lahat dan menunjuk ke beberapa sudut makam seakan sedang memperluas dan meratakannya. Rasulullah SAW keluar dari dalam liang dengan air mata yang berlinang sambil berlutut di atas makam itu’.”

Dalam Riwayat lain disebutkan: “Rasulullah SAW berbaring di samping Fathimah binti Asad di dalam makamnya. Ketika beliau berjalan, Umar ibn Khaththab r.a. mendekati beliau dan bertanya: ’Wahai Rasulullah, sungguh aku melihat engkau melakukan sesuatu yang tidak pernah engkau lakukan terhadap siapa pun.’ Rasulullah SAW menjawab: ‘Wahai Umar, wanita ini dimataku adalah laksana ibuku yang melahirkanku. Ketika Abu Thalib mencari nafkah, beliaulah yang menyiapkan hidangan makanan dan aku makan bersama mereka’.”

Diceritakan dari Ali ibn Abi Thalib r.a. bahwa ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW mengafani ibunya Fathimah binti Asad dengan gamis beliau. Selanjutnya, beliau berbaring di dalam makam Fathimah dan mendoakan agar ia mendapat balasan yang lebih baik. Para sahabat pun bertanya, “Wahai rasulullah, kami tidak pernah melihatmu melakukan sesuatu sebagaimana yang engkau lakukan terhadap wanita ini.”

Rasulullah SAW menjawab, “Sungguh tidak ada orang yang lebih baik kepadaku sesudah Abu Thalib lebih dari Fathimah. Aku memakaikan gamisku kepadanya agar ia terbungkus dengan hiasan surga. Aku baringkan ia di dalam lahad agar ia mendapat keringanan siksa kubur.”

Fathimah binti Asad r.a. adalah salah seorang kerabat yang paling dekat dalam kehidupan Rasulullah SAW. Ia menjadi sumber rujukan yang sahih dalam meriwayatkan hadits dari beliau dan ia hafal banyak hadits yang riwayatnya muttafaq ‘alaih dan dituturkan dalam kitab sahih Bukhari Muslim.

Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada sahabat wanita yang agung. Fathimah binti Asad Al-Hasyimiyah. Wanita yang memiliki sifat dermawan dan pemurah. Pengasuh Rasulullah SAW yang yatim semoga Allah memberikan tempat terbaik, meridhai, dan membuatnya ridha.

Demikian dikutip dari Buku 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam (Hal 25-28)

(Abu Sahma Pane)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya