DALAM kehidupan modern seperti sekarang banyak ditemukan muda-mudi pacaran meski itu dilarang oleh Islam. Muda-mudi itu biasanya pacaran di taman atau bisa juga pergi liburan bersama. Pada akhirnya pacaran itu sangat rentan digoda setan sehingga mereka rawan berbuat maksiat. Jika sudah berbuat maksiat, ada kemungkinan pihak perempuan hamil di luar nikah sehingga muncul masalah.
Salah satu permasalahan yang muncul adalah mengenai hukum boleh tidaknya menikahi perempuan yang hamil di luar nikah. Lalu bagaimana hukum untuk kasus seperti itu?
Dikutip dari akun facebook Ngaji Gus Baha', KH Ahmad Bahauddin Nursalim yang akrab disapa Gus Baha memaparkan dalam madzhab Imam Syafii umumnya jika seorang perempuan sedang hamil, tidak boleh menikah karena sedang membawa janin. Ia boleh menikah ketika sudah melahirkan atau masa iddah-nya (masa menunggu) sudah selesai.
Namun lain halnya jika seorang perempuan tengah hamil di luar nikah, itu dibolehkan, artinya tidak ada masa iddah. "Tapi kalau hamil dari nikah tidak sah itu rata-rata (oleh) kiai dikawinkan. Kalau yang mau nikah dinikahkan, karena kalau di luar nikah tidak ada iddah. Paham ya, tidak ada iddah, karena iddah itu disyariatkan untuk nikah yang shahih," ujarnya.
Gus Baha melanjutkan pasangan yang berzina dan terlanjur hamil di luar nikah itu harus dinikahkan. Di dalam persoalan ini pria yang menghamilinya pun bertanggung jawab, maka dari itu status perzinahan mereka selesai.
"Ini penting, saya utarakan karena kalau tidak dinikahkan nanti malah repot. Misalnya ada orang kecelakaan hamil di luar nikah, cowoknya tanggung jawab. Lalu dia ingin menikahi, harus kita nikahkan karena dengan demikian zinanya berakhir," terangnya.
Kemudian ketika anak itu lahir dan kebetulan berjenis kelamin perempuan, maka ia akan dinikahkan oleh wali hakim, bukan ayah yang telah membuahi ibunya. Namun jika perempuan tadi memiliki anak kedua dan jenis kelaminnya sama, maka walinya adalah ayahnya karena ia dibentuk ketika orangtuanya sudah sah menikah.
"Cuma nanti, kalau anaknya putri, tetap tidak bisa dinikahkan oleh bapaknya, karena ini bapak selingkuhan, bukan bapak yang dapat SK syariat. Jadi nanti putri baligh (red. putri hasil dari ibu hamil di luar nikah), nanti nikah yang menikahkan hakim, bukan bapak yang menyelingkuhi, karena ini bapak ilegal. Tapi kalau anak kedua perempuan, itu sudah boleh dinikahkan ayahnya karena anak sah," tegasnya lagi.