Tafsir Surah al-Nisa 34-35: Keluarga Ideal yang Bahagia (1)

, Jurnalis
Senin 22 Juni 2020 11:23 WIB
ilustrasi (stutterstock)
Share :

MEMILIKI keluarga yang bahagia adalah harapan setiap insan. Islam sangat menganjurkan suami-istri menjaga mahligai rumah tangga agar berjalan rukun, damai, tentram, tentunya bahagia, dengan terus memohon ridha Allah.

Guru Besar FDIK UIN Mataram NTB, UNW, IAIH NW dan Sekjend Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW) Prof. Dr. TGH. Fahrurrozi Dahlan menjelaskan dalam kajian tafsir Surat al-Nisa: ayat 34-35 seperti dikutip dari artikelnya di laman jaringansantri.com, Senin (22/6/2020).

Baca juga:  Sejarah Masjid Istiqlal, Simbol Alquran dan Kemerdekaan Indonesia

Memahami kriteria, karakter pasangan hidup, mengarifi konflik dan tupoksi secara berkeadilan dan berimbang.

بسم الله الرحمن الرحيم

الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما أنففوا من أموالهم فالصالحات قانتات حافظات للغيب بما حفظ الله واللاتى تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن فى المضاجع واضربوهن فإن أطعنكم فلا تبغوا عليهن سبيلا إن الله كان عليا كبيرا (٣٤) وإن خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما من أهله وحكما من أهلها إن يريدا إصلاحا يوفق الله بينهما إن الله كان عليما خبيرا (٣٥)

Mari kita belajar hikmah dan kebijaksanaan tentang jalinan keluarga yang bahagia, keluarga yang diberi kebaikan demi kebaikan oleh Allah swt karena disebabkan oleh semangat keimanan, kebersamaan, saling pengertian dan saling menjaga diri,keluarga secara penuh tanggung jawab.

Dari dua ayat pada surat an-Nisa’ ini ayat ke-34-35 sesungguhnya memberikan penjelasan tentang Tiga Hal Utama:

Pertama: Tentang Kepemimpinan dan Manajemen kepemimpinan dalam skala mikro (keluarga)

Kedua: Kiat dan motivasi utama dalam menjaga eksistensi keutuhan keluarga.

Ketiga: Metode dan Mekanisme mengatasi konflik yang terjadi di internal keluarga.

Pembahasan pertama:

Kepemimpinan dan manajemen kepemimpinan.

Ayat ini sering dijadikan hujjah atas hak otoritas kepemimpinan hanya oleh kaum laki-laki saja.

Dalam banyak kajian tafsir memang menjelaskan tentang kepala keluarga adalah laki-laki, yang bertanggung jawab penuh atas keberlangsungan kehidupan keluarga.

Otoritas kebertanggungjawaban atas kehidupan keluarga itulah yang dititiktekankan pada ayat ini.

Kita lihat redaksi lafazfh dari ayat demi ayat pada surat ini sebagai bahan renungan kita yang kemudian kita dapat mengambil sebuah titik temu dan titik terang atas hikmah ilahiyyah yang Allah ajarkan kepada hamba-Nya.

al-Rijal ( الرجال ):

Kata al-Rijal dalam ayat ini terkandung maksud untuk menjelaskan tentang identitas dan fungsional.

Al-rijal itu bermakna Laki-laki sebagai identitas jenis kelamin yang memiliki tugas dan fungsi sebagai orang yang diberikan amanah dalam menjalankan roda kepemimpinan di tengah keluarga.

Kata Arrijal di ayat ini sangat identik dengan tugas laki-laki sebagai pengayom keluarga. Beda hal dengan sebutan من ذكر وأنثى sebutan laki-laki dan perempuan dalam konteks jati diri sebagai identitas jenis kelamin. Jenis kelamin laki-laki (male) dan jenis kelamin perempuan (famale).

Dimensi arrijal dalam ayat ini bukan menjelaskan tentang otoritas tunggal laki-laki sebagai yang berhak dan lebih pantas menjadi pemimpin. Di sinilah letak perkhilafan ulama bahwa apakah perempuan boleh menjadi pemimpin keluarga atau boleh menjadi pemimpin di ruang publik?

Ulama klasik lebih memilih perempuan tidak bisa menjadi pemimpin di ruang private terlebih di ruang publik. Kebanyakan berdalil dengan ayat ini dan teks hadis, لن يفلح قوم اذا ولوا امرهم إمرأة

Inilah argumentasi ulama yang tak membolehkan perempuan menjadi pemimpin di dua wilayah itu.

Namun dalam perdebatan ulama klasik pun banyak yang kontra terhadap pendapat yang tak membolehkan perempuan menjadi pemimpin disebabkan karena perempuan juga memiliki kapasitas dan kapabilitas menjadi pemimpin baik di ranah private maupun publik.

Sebab di dalam ayat ini Allah menyebutkan potensi laki dan perempuan menjadi pemimpin secara jelas eksplisit dijelaskan oleh Allah,

بما فضل الله بعضهم على بعض

Kelebihan -kapasitas-kapabilitas antara satu dengan yang lain merupakan karunia Allah yang diberikan kepada mereka. Ayat menjelaskan posisi laki-laki sebagai kepala keluarga yang bisa juga perempuan menjadi kepala keluarga selama kedua belah pihak memahami ranah dan domain masing-masing.

Laki-laki ranah enonomi dan tanggung jawab penuh, Perempuan menjadi penanggung jawab keberlangsungan keluarga dan tidak menutup kemungkinan perempuan juga menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, sebagaimana secara sosiologis terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Qawwaamuuna Ala (قوامون على)

Coba kita cermati lafaz ayat ini, Sungguh bijak Allah dalam menjelaskan posisi laki-laki di tengah keluarganya.

Posisi laki-laki dalam konteks ayat di atas adalah sebagai pengayom,penolong, penjaga, bukan mensubordinasi atas laki-laki kepada perempuan. Makna inilah yang terkandung dalam lafazh Qawwaamuuna ala.

Di mana,

قام على – قام ب – قام من

Memiliki dimensi makna yang berbeda. Jika qoma ala bermakna membantu, menopang, menolong. Jika qoma bii bermakna melaksanakan. Sedangkan qoma min bermakna bangun,bangkit.

Nah, Jelas sekali fungsi laki-laki sebagai penolong dan penjaga bagi pasangan hidupnya yaitu al-Nisa’ (النساء).

Arrijal juga bermakna yang bertugas dan berfungsi tak ubahnya seperti kaki.

Sebab al-Rijal juga terderivasi dari makna

Rijlun-رجل kaki. Artinya laki-laki berfungsi untuk menjaga keutuhan keluarga dengan memperkuat ekonomi keluarganya yang secara normatif telah menjadi fungsinya berjalan dengan rijlunnya untuk mencari nafkah yang nantinya kembali kepada keluarganya sebagai fungsi utamanya sebagai Qawwamuuna alan nisa’.

Al-Nisa’ (النساء)

Penyebutan Allah terhadap kaum perempuan dengan kata annisa’ sesungguhnya memiliki makna sebagai berikut:

1. al-Nisa adalah sebuah karakter dan watak perempuan yang lemah-lembut, penyayang, pengasih dan pecinta keluarganya. Kecintaan perempuan terhadap keluarganya itulah makna yang tereksplisit dari kata al-nisa’ itu.

2. al-Nisa’ tentu berbeda dimensi makna jika dibandingkan dengan, مرأة, أنثى, زوجة, dan sejenisnya. Dimensi mar’ah sebagai perempuan yang memiliki identitas keperempuanan yang senang berdandan dan senang keindahan dan ini adalah fitrah naluriftif perempuan. Untsa sebagai identitas maskulinitas perempuan. Sedangkan Zaujah sebagai identitas keibuaan perempuan.

3. al-Nisa’: sebagai penegasan bahwa yang menjadi penopang keluarga adalah dua sejoli pasangan hidup-al-rijal dan al-nisa’. Yang kedua-keduanya menyatu dalam satu tarikan nafas kehidupan, jika tidak seperti itu mesti akan terjadi konflik internal yang akan menyebabkan kegagalan dalam membangun mahligai keluarga.

(Salman Mardira)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya