BULAN Muharram menghampiri kita. Mengingatkan kita pula pada peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Makkah ke Madinah yang menjadi tanda besar bagi umat Islam.
Sejarah baru dimulai ketika Rasulullah beserta para shahabat melakukan hijrah. Peristiwa itu kemudian menjadi awal tahun kalender Islam dan diperingati hingga sekarang.
Sebelum hijrah ke Madinah, Rasulullah telah berdakwah menyebarkan Islam di Makkah. Semula, Nabi berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Syiar Islam kemudian dilakukan dengan terang-terangan.
Di saat itulah, ujian dakwah menimpa beliau, keluarga dan para shahabat. Kaum kafir Quraisy tak pernah bosan menyiksa, mengintimidasi, menghina, bahkan membunuh siapa saja yang mengikuti ajaran Muhammad Shallallahu qlaihi wasallam.
Rasulullah pun pernah mengalami duka mendalam ketika orang-orang kesayangan beliau wafat, yaitu Khadijah r.a dan paman tercintanya Abu Thalib yang selalu membela dakwah beliau.
Di tahun-tahun sebelum hijrahnya beliau inilah masa pemboikotan dan penganiayaan kerap dilakukan oleh kaum Quraisy demi menghalangi dakwah beliau dan ajaran Islam.
Karena derasnya penganiayaan dan pemboikotan yang dilakukan kafir Quraisy, Rasulullah pun mulai memikirkan strategi agar dakwah ini tetap berlanjut yaitu mulai merancang untuk meminta dukungan dan keamanan ke para pembesar Quraisy dan negeri-negeri yang ada di sekitar Makkah.
Namun, usaha itu tak membuahkan hasil sehingga Rasulullah mengutus Mush’ab bin Umair membawa misi dakwah islam dengan mengenalkan dan mengajarkan Islam di Madinah kepada Suku Aus dan Khazraj.
Usaha mengemban misi dakwah itu akhirnya membuahkan hasil. Pada 621 M itu pula, datanglah sejumlah orang dari Madinah, menemui Nabi di Bukit Aqabah. Mereka memeluk agama Islam. Peristiwa tersebut dikenal dengan Bai’at Aqabah I.
Tahun berikutnya, atau 622 M, datanglah 73 orang dari Madinah ke Makkah. Mereka merupakan Suku Aus dan Khazraj yang semula ingin berhaji. Mereka kemudian menemui Nabi dan mengajak berhijrah ke Madinah. Mereka menyatakan siap membela dan melindungi Nabi dan para pengikutnya dari Makkah.
Peristiwa ini dikenal dengan Bai’at Aqabah II. Kondisi kaum muslim di Makkah semakin terdesak setelah kaum kafir Quraisy melakukan pemboikotan kepada Rasulullah dan para pengikut beliau.
Mereka melarang setiap perdagangan dan bisnis dengan Nabi dan pengikutnya. Bahkan dilarang menikah dengan kaum muslimin.
Dalam upaya menyelamatkan dakwah Islam, Allah memerintahkan Rasul untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah.
Namun sebelumnya, Nabi telah memerintahkan kaum mukminin agar hijrah terlebih dahulu ke Madinah. Para sahabat pun segera berangkat secara diam-diam agar tidak dihadang oleh kelompok kafir Quraisy. Dari peristiwa inilah babak baru kehidupan kaum muslimin dimulai.
Memaknai hijrah
Kata Hijrah merupakah isim (kata benda) dari fi’il Hajara. Hajara berarti tarku al ulaa li ats tsaniyah yang artinya meninnggalkan dari yang pertama menuju yang kedua.
Allah Ta’ala berfirman dalam Alquran: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (QS. Al-Baqarah: 218).
“Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan RasulNya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," (QS. An-Nisa: 100).