Hijrah menurut al Jurjani berarti berpindah dari daarul kufur kepada daarul Islam. Sedangkan menurut Ibnu Hazm, hijrah adalah taubat meninggalkan segala dosa. Menurut Ibnu Rajab al Hanbali, hijrah berarti meninggalkan dan menjauhi keburukan untuk mencari, mencintai dan mendapatkan kebaikan.
Patutlah kita renungkan secara mendalam makna hijrah seperti yang telah disampaikan Rasulullah di dalam haditsnya yang berbunyi: “Seorang muslim adalah orang yang menjadikan muslim lain selamat dari lisan dan tangannyaseorang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa saja yang dilarang oleh Allah,” (HR. Bukhari, Abu Daud, Nasai, Ahmad, Hakim, Ibn Hibban & Humaidi).
Dari sini kita bisa memaknai bahwasanya orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan segala apa saja yang dilarang oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Orang yang istikamah menutup aurat demi menunaikan kewajibannya kepada Allah bisa dikatakan dia telah berhijrah.
Seorang artis yang meninggalkan dunia keartisannya demi medekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ilmu agama itu juga disebut dia sedang berhijrah. Kaum muslimin yang meninggalkan segala bentuk penghambaan kepada manusia menuju penghambaan kepada Allah semata itu juga bisa disebut hijrah.
Dan masih banyak lagi perbuatan-perbuatan yang sejenis dimana hijrahnya seseorang dari keburukan menuju kebaikan dan ridho Allah, dilakukan dengan sepenuh jiwa, bukan setengah hati.
Menghidupkan hijrah dalam kehidupan
Hijrah dan tahun baru Muharram tak sekadar even tahunan yang terlewatkan begitu saja. Marilah kita memaknai momen hijrah di bulan Muharram ini dengan segala kebaikan-kebaikan amal, diantaranya:
Pertama, di antara hikmah hijrahnya Rasulullah adalah beliau mempersaudarakan kaum muhajirin (kaum muslim mekkah yang berhijrah) dengan kaum anshar (kaum aus dan khazraj yang menjadi penolong Rasul dan para shahabat) sehingga tidak ada lagi batas dan sekat kesukuan dan kebangsaan diantara mereka.
Mereka hanya diikat dengan ikatan akidah Islam dan ukhuwah Islamiyah. Sekiranya hal itu patut kita teladani misalkan dalam perkara menolong saudara-saudara muslim kita di Rohingya dan wilayah lainnya. Segala bantuan baik berupa harta, tenaga, bahkan militer harusnya dilandaskan pada ikatan akidah Islam bukan kepentingan nasional bangsa masing-masing.
Kedua, peristiwa hijrahnya Rasul juga mengingatkan kita pada betapa besarnya pengorbanan yang diberikan para sahabat dan pengikut beliau dengan meninggalkan harta, keluarga, bahkan mempertaruhkan nyawa mereka untuk senantiasa mengikuti Rasullulllah saw.