Adapun kita, maka hanya kerahmatan Allah-lah yang kita nantikan. Betapa sering kita membaca, mendengar ayat-ayat Al Qur’an, akan tetapi semua itu seakan tidak meninggalkan bekas sedikitpun. Hati terasa kaku, dan keras, sekeras bebatuan. Iman tak kunjung bertambah, bahkan senantiasa terkikis oleh kemaksiatan. Dan kehidupan kita begitu jauh dari dzikir kepada Allah.
Saudaraku! Akankan kita terus menerus mengabadikan keadaan kita yang demikian ini? Mungkinkah kita akan senantiasa puas dengan sikap mendustai diri sendiri? Kita mengaku mencintai dan beriman kepada Al Qur’an, dan selanjutnya kecintaan dan keimanan itu diwujudkan dalam bentuk tarian, nyayian, pesta makan-makan?
"Kapankah kita dapat membuktikan kecintaan dan keimanan kepada Al-Quran dalam bentuk tadarus, mengkaji kandungan, dan mengamalkan nilai-nilainya," katanya dikutip laman pengusahamuslim.
Tidakkah saatnya telah tiba bagi kita untuk mengubah peringatan Al- Quran dari pentas seni menjadi bacaan dan penerapan kandungannya dalam kehidupan nyata?
(Vitrianda Hilba Siregar)