BAGI umat Islam, menjadi seorang Muslim merupakan sebuah anugerah tersendiri. Pasalnya, ada banyak orang di luar sana yang harus melalui berbagai proses dan rintangan saat ingin menjadi mualaf.
Seperti dilalui Ibu Diana. Wanita asal Medan ini bercerita tentang pengalamannya saat memutuskan menjadi mualaf. Ia sendiri besar di keluarga penganut non-Islam.
Suatu hari Diana mengaku tengah mengalami depresi berat. Saat itu ia merasa tidak ada yang bisa membuat hatinya merasa tenang. Bahkan ketika mencari ketenangan melalui kepercayaan yang saat itu dianut, dia tidak juga mendapatkannya.
Dari apa yang dialami itu, Diana lantas mulai mencari-cari arti akhirat yang sesungguhnya. Dia kemudian mulai mempelajari agama lain selain yang dianutnya saat itu, salah satunya Islam.
"Karena (masuk Islam) dari diri sendiri. Sebelas tahun lalu saya mengalami depresi perihal akidah. Karena memang ketika saya menganut agama yang lama, kayaknya beban-beban saya itu kok tambah hari tambah banyak, tambah umur gitu kok beban berat saya malah nambah gitu," tuturnya dalam kanal YouTube Mualaf Center Aya Sofya.
"Membuat saya depresi sehingga mencari tahu tentang akhirat itu seperti apa? Siapa yang harus kita ikuti? Nah, sedikit demi sedikit mungkin ya keluarga juga mengetahui ada hal-hal yang aneh terhadap diri saya," imbuhnya.
Namun, pencariannya terhadap sosok Tuhan yang sesungguhnya melalui agama Islam justru membuat keluarga menaruh rasa curiga terhadap Diana.
Pasalnya saat itu ia mulai meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang kerap dilakukan dalam agamanya. Mulai makan hingga beribadah.
"Tapi yang saya juga enggak menyadari hal itu, contoh tentang hal makanan kebesaran kita orang non-Muslim ya, tapi anjing dan itu enggak saya makan. Dari situ mereka (orangtua) sudah mulai curiga," ungkapnya.
Meski begitu, rasa ingin tahunya dengan agama Islam justru kian meningkat. Bahkan, keinginannya hijrah menjadi mualaf makin menggebu-gebu.
Namun, sedikit keraguan dan ketakutan saat itu muncul. Mulai bingung harus mempelajari Islam dari mana, dengan siapa, hingga harus menghadapi keluarga yang mayoritas non-Muslim.
Hal tersebut lantas membuat Diana menghadapi sebuah kebimbangan besar. Ia bahkan sempat mengalami depresi. Namun, keluarganya justru menganggap dia mengalami gangguan jiwa karena dianggap dibuat "fanatik" oleh agama.
Akibatnya Diana dimasukkan di rumah sakit jiwa selama 2 minggu. Namun, ia akhirnya berhasil meyakinkan keluarganya bahwa dirinya tidak mengalami gangguan jiwa. Dia pun dikeluarkan dari RSJ tersebut.
"Tetapi dari diri saya itu mengatakan, 'Kamu harus hijrah, kamu harus hijrah,' seperti itu. Sehingga pada suatu saat karena depresi tersebut, saya dimasukkan ke rumah sakit jiwa selama 2 minggu," ungkapnya.
"Nah keluarga takut kalau saya itu terpengaruh dengan itu tadi agama Islam. Padahal sebenarnya tidak ada yang memengaruhi saya. Akhirnya mungkin karena suatu hal, keluarga mengeluarkan saya dari rumah sakit jiwa," lanjutnya.
Usai keluar dari rumah sakit jiwa, Diana lantas tidak terlalu berkeras untuk bisa masuk Islam. Ia tidak ingin keluarganya makin berpikir negatif tentang Islam.
Diana lantas pasrah dan yakin, jika sudah takdirnya, dirinya pasti akan menemukan jalan untuk bisa menjadi seorang mualaf.
"Ya sudah dengan seiringnya waktu, saya tidak mengikuti apa yang kata hati saya. Jadi saya mengikuti keluarga, bagaimana supaya keluarga aman dan juga saya baik-baik saja. Biarlah nanti kalau memang saya itu harus ke sana pasti ada jalannya, pasti semuanya dipermudah," tuturnya.
Hingga akhirnya kesempatan itu datang. Tepatnya saat kedua orangtua Diana memilih pulang ke daerah asal mereka di Medan karena tidak betah tinggal di Cilegon.
Meski sempat diajak agar tinggal di Medan, Diana lantas yakin untuk memilih tetap tinggal di Cilegon. Setelah tidak lagi tinggal satu wilayah dengan orangtuanya, ia mulai kembali mendalami Islam. Hingga akhirnya Diana mulai makin yakin dengn agama ini.
Namun, suatu hari ia diminta keluarga besarnya untuk menghadiri ulang tahun pernikahan kedua orangtuanya di Medan. Ketakutan Diana lantas kembali terulang. Ia takut keluarganya kembali mencurigainya karena kebiasaannya yang sudah berubah total.
Berkat keyakinan dan kemantapannya untuk memeluk Islam, Diana lantas memberanikan diri meyakinkan keluarga besarnya terkait keputusannya menjadi seorang mualaf.
"Akhirnya ya sudah, saya hadapi semuanya. Ketika Lebaran tahun kemarin, saya ke Medan untuk menghadiri ulang tahun kedua orangtua saya. Nah di situlah baru saya rekonsiliasi sama keluarga, minta maaf buat hal-hal yang kurang baik yang selama ini saya lakukan," tuturnya.
Usai kembali dari Medan, seminggu kemudian, Diana lantas mantap menjadi mualaf dengan meminta bantuan kepala rukun tetangga (RT) dan ustadz setempat. Saat itu akhirnya dia resmi menjadi mualaf usai membaca dua kalimat syahadat.
"Akhirnya hanya disaksikan dengan ketua RT dengan pak ustad, bertiga saja, saya masuk Islam mengucapkan dua kalimat syahadat," ungkapnya.
"Nah, teman-teman saya cowok semua, karena saya komunitas motor, jadi istri dari teman saya ini kasih tahu ke istrinya. Saya minta tolong carikan bu ustadz untuk ajarin saya ngaji. Akhirnya ketemu dengan ibu-ibu pengajian, datanglah ke rumah ngajarin saya ngaji. Alhamdulillah itulah perjalanan panjang saya untuk menjadi seorang mualaf," tutupnya.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)