Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan bahwa boleh mengambil dengan cara yang ma'ruf, maksudnya adalah sesuai kadar yang dibutuhkan secara 'urf (menurut kebiasaan setempat). (Fath Al-Bari, 9:509)
Berdasarkan hadits tersebut, begitu juga yang disampaikan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari, bahwa istri dibolehkan mengambil uang dari suaminya tanpa sepengetahuan suaminya.
Akan tetapi yang perlu digarisbawahi adalah keperluan yang dimaksud oleh istri dalam kaitannya dengan kebutuhan sehari-hari.
Kebolehan ini hanya bersifat pada kebutuhan primer yang menjadi kebutuhan pokok dan urgen. Oleh karena itu, redaksi hadits di atas menyebutkan, "Yang mencukupimu dan anakmu sebagaimana mestinya (ma'ruf)."
Konteks ini juga berlaku pada penyebutan kata syahih yang berarti kikir atau sangat pelit, yang itu berarti bukan karena bertujuan menabung.
Jika seorang istri sudah diberikan uang belanja sebagaimana mestinya, dan itu cukup, akan tetapi ia ingin membeli kebutuhan yang lain, yang itu sifatnya tersier seperti make up, baju baru, perhiasan, mobil, dan lain-lain maka hadits ini tidak bisa menjadi pembenaran atas perbuatan tersebut.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)