BOLEHKAH menerima hadiah pemberian hasil judi online? Ini hukumnya menurut Islam. Sangat penting diketahui kaum Muslimin.
Dilaporkan Indonesia darurat judi online karena praktik maksiat ini terungkap telah merajalela di Tanah Air. Data statistik menunjukkan lonjakan signifikan perputaran uang dalam perjudian daring di Indonesia dengan total Rp327 triliun pada 2023 dan Rp100 triliun dengan 3,2 juta orang terlibat dalam kuartal I tahun 2024.
Dilansir BBC Indonesia, laporan terbaru PPATK menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online, sebanyak 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar, dengan penghasilan di bawah Rp100.000. Pelajar tersebut adalah anak-anak dengan jenjang pendidikan mulai SD, SMP, SMA, hingga mahasiswa.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengungkapkan pihaknya telah memutus akses hampir 2 juta atau 1.918.520 konten judi online per periode 17 Juli 2023 hingga 22 Mei 2024.
Sementara Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera meresmikan Satuan Tugas Pemberantasan Judi Online. Satgas tersebut diketuai Menko Polhukam Hadi Tjahjanto dengan wakilnya Menko PMK Muhadjir Effendy serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai ketua harian bidang penegakan hukum.
Hukum Menerima Hadiah Hasil Judi Online
Dikutip dari Bimbinganislam.com, Ustadz Abul Aswad Al Bayati BA Hafidzahullah menerangkan hukumnya tidak boleh menerima hadiah hasil judi online. Alasannya, status harta tersebut menjadi harta haram. Ada dua penyebabnya:
1. Haram karena dzatnya, contoh daging babi, khamr, dan sebagainya.
2. Haram karena kasab-nya atau karena cara memperolehnya.
Ia menjelaskan, sebenarnya dzat dari harta tersebut halal, akan tetapi karena diperoleh dengan cara haram maka dia menjadi haram.
Maka itu, lanjutnya, sebisa mungkin menghindari jenis harta yang didapatkan dengan cara haram.
Kecuali jika seseorang menjadi istri atau anak-anak dalam sebuah rumah tangga, tidak mampu bekerja dan tidak ada yang menafkahi dia melainkan suaminya dengan menggunakan harta hasil perjudian maka ia mengambil sesuai kadar kebutuhan.
Dengan tetap menasihati suami agar meninggalkan perbuatan maksiat tersebut serta mencari jenis pekerjaan lain yang halal.
Disebutkan di dalam Fatawa Lajnah Daimah:
لا يجوز للأب أن يربِّي أولاده على كسبٍ حرام ، وهذا معلوم عند السائل ، وأما الأولاد : فلا ذنب لهم في ذلك ، وإنما الذنب على أبيهم
"Tidak boleh bagi seorang ayah untuk mendidik anak-anaknya dengan penghasilan yang haram, dan ini satu hal yang sudah dimaklumi oleh penanya. Adapun anak-anak maka mereka tidak menaggung dosa dalam masalah ini akan tetapi dosanya ditanggung oleh ayah mereka." (Fatawa Lajnah Daimah: 26/332)
Wallahu ta'ala a'lam.
(Hantoro)