JAKARTA - Sholat berjamaah sangat dianjurkan dalam Islam. Sholat berjamaah memiliki sejumlah keutamaan dan hikmah.
Sholat berjamaah mendapat balasan pahala berlipat ganda dibandingkan sholat seorang diri. Rasulullah SAW bersabda:
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
Artinya: "Sholat berjamaah lebih utama daripada sholat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat." (HR Bukhari dan Muslim).
Lalu, apa hikmah dari sholat berjamaah? Melansir laman Kemenag, Minggu (21/9/2025), Syekh Ali Ahmad al-Jarjawi dalam kitab Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh [Beirut: Darul Fikr, 1997], juz I, halaman 87-88, memberikan penjelasannya.
Berikut hikmah sholat berjamaah :
Sholat berjamaah merupakan simbol persatuan dan kebersamaan yang terbingkai dalam ukhuwah Islamiyah. Pada waktu dan tempat yang sama, umat Islam berkumpul dalam shaf yang rapi, menghadap kiblat yang sama, dan dipimpin seorang imam.
Dalam kondisi ini hilanglah sikap egoisme individu karena jiwa raganya bergerak bersama dalam tujuan yang sama, yaitu beribadah kepada Allah sekaligus mengharapkan ridha dari-Nya.
Ketika berkumpul di sebuah mushola atau masjid untuk sholat berjamaah, bisa jadi di antara jamaah yang hadir tidak saling mengenal satu sama lain. Dengan adanya kebersamaan dalam sholat berjamaah ini bisa menjadi sarana silaturahmi untuk saling mengenal, mengasihi, dan membangun ikatan persaudaraan.
Pada akhirnya, sholat berjamaah akan membentuk keseimbangan antara hablum minallah dan hablum minannas.
Ketika azan berkumandang, terutama pada seruan hayya 'alash shalah (marilah menuju sholat), bukan sekadar pemberitahuan datangnya waktu sholat.
Lebih dari itu, seruan ini merupakan panggilan dari Allah yang disuarakan melalui lisan seorang muazin. Panggilan ini seharusnya langsung dijawab dengan segera, melebihi respons saat dipanggil oleh atasan atau majikan. Sholat berjamaah menjadi jawaban nyata seorang hamba atas panggilan tersebut.
Sholat berjamaah bisa menjadi wujud dari kesetaraan umat Islam. Perbedaan yang bersifat duniawi, seperti status sosial, jabatan, keturunan, dan sebagainya, semuanya menjadi hilang saat melaksanakan sholat berjamaah.
Tidak ada perlakuan istimewa untuk pejabat, orang kaya, atau keturunan bagus. Begitu pun tidak ada diskriminasi untuk kalangan rakyat biasa. Orang kaya dan miskin, bangsawan dan warga biasa, pejabat dan rakyat jelata, maupun majikan dan pembantu, semuanya berdiri sejajar saat melaksanakan sholat berjamaah.
Sebagian orang dari kalangan masyarakat menengah ke atas mungkin saja muncul keinginan untuk berbaris di shaf paling depan saat akan melaksanakan sholat berjamaah. Padahal perasaan tersebut bertentangan dengan konsep kesetaraan sebagaimana diulas pada poin sebelumnya.
Untuk itu, sholat berjamaah bisa menjadi media introspeksi diri bahwa di hadapan Allah semua manusia itu sama, hanya ketakwaan yang membedakannya.
Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)