Apa pun motivasi serta bentuk dari puasa, ia tidak dapat dipisahkan dari usaha pengendalian diri. Pengendalian akan mengantarkan manusia pada kebebasan dari belenggu “kebiasaan” yang mungkin dapat menghambat kemajuannya. - M. Quraish Shihab
Hadis di atas mengajarkan makna yang mendalam mengenai bagaimana puasa yang sesungguhnya diharapkan Allah dari seorang hamba. Memang, jika puasa hanya dipahami sebagai kegiatan tidak makan, tidak minum, dan tidak melakukan persetubuhan saja, maka puasa tidak akan banyak memberi arti bagi nilai-nilai kemanusiaan secara luas.
Pengendalian diri yang dituntut dari puasa bukan semata-mata bertujuan sebagai bentuk pengekangan. Pengendalian diri saat berpuasa lebih ditujukan sebagai upaya penyucian dari segala sesuatu yang biasa dibebaskan. Makan, minum, dan bersetubuh hanya menjadi sebuah simbol pengendalian, karena ia tampak nyata dan melingkupi kehidupan manusia. Sesuatu yang di balik simbol-simbol itulah sesungguhnya yang menjadi tujuan utama disyariatkannya puasa.
Seperti diketahui, tujuan utama disyariatkannya puasa adalah untuk memecah gumpalan hawa nafsu dan melipatgandakan kadar ketakwaan. Karenanya, arti puasa yang sesungguhnya baru bisa didapat dengan menyerahkan secara penuh anggota tubuh untuk semua yang disukai Allah dan mengendalikannya secara menyeluruh dari segala sesuatu yang dibenci-Nya.
Puasa itu satu-satunya ibadah yang dilakukan dengan serba rahasia. Hanya diri kita dan Allah yang mengetahuinya.... Puasa adalah salah satu wahana pendidikan dan pelatihan untuk teguh pendirian dan tahan godaan. - Rasyad Fuad As-Sayyid -
Mereka yang mengumbar aktifitas nafsunya dan mengenyampingkan ketakwaan selama berpuasa, puasanya tidak akan bermakna. Seorang yang setelah berbuka melakukan “balas dendam” dengan mendobelkan porsi makannya atau seorang yang berpuasa tetapi memakai harta yang tidak halal untuk santap buka dan sahurnya, sungguh puasanya benar-benar telah gagal total. Seorang yang berpuasa, tapi penyakit hatinya, seperti menggunjing, berdusta, berkhianat, mengadu domba, dan kasak-kusuk masih dipelihara, puasanya juga akan sia-sia belaka.
Bahkan dalam sebuah hadis yang kualitasnya masih dipermasalahkan para ulama disebutkan, penyakit-penyakit hati itu dapat membatalkan puasa. Memang terjadi pro-kontra dalam memahami makna hadis ini. Ada ulama yang menyatakan bahwa makna hadis itu tidak hakiki. Namun tidak sedikit ulama yang menyatakan bahwa makna hadis itu hakiki, seperti diwakili oleh Aisyah dan Imam Ahmad.