Terlepas dari pro-kontra mengenai kualitas dan makna Hadis ini, yang jelas Hadis ini semakin menegaskan bahwa puasa bukanlah kegiatan fisik semata. Semangat inilah yang mungkin dapat ditemukan dalam Hadis: “Berapa banyak orang yang berpuasa, tetapi puasanya tidak berarti apa-apa kecuali lapar dan dahaga.”
Puasa menjadi terapi ampuh menghambat stres dan menghentikan kecanduan.
Puasa itu merupakan sarana. Sarana yang telah disediakan Allah untuk mempercepat proses penyucian luar-dalam nilai-nilai kemanusian kita dan menyeimbangkan kembali fungsi jasmani dan rohani. Karena, puasa adalah asas ibadah dan kunci pendekatan diri kepada Allah yang paling utama. Dengan berpuasa, diharapkan penyakit-penyakit yang menjangkiti kita, baik itu yang individu maupun yang sosial, dapat segera hilang. Karena, penyakit-penyakit itu tumbuh sebagai akibat dari rohani yang sakit.
Hikmah puasa yang dapat dipetik akan mengingatkan kita bahwa untuk menuju kemenangan atas diri dan kemanusian kita, kita harus memulainya dengan mengendalikan diri. Penyucian diri tak akan berhasil dengan sempurna tanpa ada proses pengendalian diri terlebih dahulu. Bagaimana mungkin kesempurnaan dapat dihasilkan, sedangkan bagian yang menjadi obyek kesempurnaan itu masih kotor.
Oleh Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, Lc.
Dai Ambassador Dompet Dhuafa dan Ketua Umum ADDAI (Asosiasi Dai-Daiyah Indonesia)
(Muhammad Saifullah )