“OBAT hati ada lima perkaranya. Yang pertama baca Qur'an dan maknanya. Yang kedua sholat malam dirikanlah. Yang ketiga berkumpullah dengan orang sholeh. Yang keempat perbanyaklah berpuasa. Yang kelima dzikir…” demikian potongan lirik tombo ati milik Ibrahim al-Khawwash, yang digubah ke pop religi oleh Opick.
Lagu tersebut tentu akrab di telinga Muslim ketika Ramadan tiba, sebab kerap diputar sebagai musik latar belakang di berbagai acara televisi pada bulan Ramadhan. Namun siapa sangka, tembang ini berasal dari seorang ulama abad ke-3 Hijriyah, yaitu ulama sufi penuh karomah bernama Ibrahim al-Khawwash.
Al-Khawwash tidak pernah terkenal di telinga anak zaman 90-an, mungkin karena yang mereka tahu adalah tembang “tombo ati” berasal dari salah satu anggota Wali Songo. Ya, hanya cukup sampai di situ.
Nama Ibrahim al-Khawwash baru diketahui ketika kita membaca kitab al-Adzkar an-Nawawi karya Imam an-Nawawi. Namanya disebut sebagai orang yang mengucapkan dawā’ul qalb atau obat hati, yang dalam bahasa Jawa disebut tombo ati.
Dalam kitab Siyār al-Salaf al-Shalihin karya Ismail bin Muhammad al-Ashbahani disebutkan bahwa al-Khawwash adalah teman baik Junaid al-Baghdadi, seorang sufi yang menjadi mahaguru beberapa tarekat di Indonesia.
Jika kita telisik dalam kitab tarajim (kitab yang memuat riwayat para ulama, khususnya ulama hadits), kita akan menemukan dua nama Ibrahim al-Khawwash: pertama, Ibrahim bin Muhammad al-Khawwash; dan kedua, Ibrahim bin Ahmad Abu Ishaq al-Khawwash.
Ibrahim al-Khawwash yang pertama (Ibrahim bin Muhammad al-Khawwash) adalah seorang perawi hadits yang sering meriwayatkan hadits-hadits palsu. Bahkan menurut Ibnu Thahir, “Semua hadits yang diriwayatkan olehnya adalah kepalsuan yang dibuat olehnya sendiri.”
Sedangkan Ibrahim al-Khawwash yang kedua (Ibrahim bin Ahmad Abu Ishaq al-Khawwash) adalah orang yang penulis maksud dalam judul tulisan ini, pemilik “tombo ati” yang sebenarnya.
Untuk membedakan antara keduanya, para ulama menambahkan julukan “al-Amadi” untuk Ibrahim al-Khawwash yang pertama, sedangkan untuk Ibrahim al-Khawwash yang kedua, para ulama menambahkan julukan “al-Zāhid” atau “al-Sūfī”.