Kiai Bahar bin Norhasan bin Noerkhotim pernah mondok di pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan pada umur 9 atau 12 tahun. Di antara teman seperiode beliau ketika mondok di Bangkalan adalah KH Manaf Abd Karim, pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur.
Tidak banyak keterangan tentang bagaimana Kiai Bahar saat nyantri di pesantren Syaikhona Kholil, baik tahun atau kegiatan kesehariannya. Namun kisah yang masyhur adalah tentang beliau ditakzir dan diusir oleh gurunya Syaikhona Kholil.
Alkisah, ketika Bahar kecil mondok di pesantren Syaikhona Kholil, beliau bermimpi tidur dengan istri Syaikhona Kholil. Pagi harinya Syaikhona Kholil keluar dengan membawa pedang sambil marah-marah pada santrinya.
"Kurang ajar! Siapa tadi malam yang tidur dengan istri saya? Ayo mengaku! Siapa yang tadi malam tidur dengan istri saya?!,” kata Syaikhona Kholil kepada para santrinya.
Semua santri ketakutan dan tidak ada yang berani menjawab, karena mereka merasa tidak melakukannya. Lalu Syaikhona Kholil menyuruh mereka berjalan dua-dua di depan beliau.
Para santri pun keluar secara bergandengan. Namun, santri yang terakhir tidak ada gandengannya. Syaikhona Kholil yang mengetahui hal itu heran dan berkata, "Ini mana gandengannya?”
“Tidak ada Kiai,” jawab santri yang tanpa pasangan tersebut dengan gemetar.
“Mungkin yang bersembunyi itu yang tidur dengan istri saya! Ayo cari, cari!,” perintah beliau.
Segera semua santri yang waktu itu berjumlah 20 orang mencari Bahar kecil yang bersembunyi di biliknya (kamar) karena merasa bersalah dengan mimpi yang dialaminya.
Akhirnya Bahar kecil ditemukan dan dibawa ke hadapan Syaikhona Kholil. Dengan berterus terang, Bahar kecil menceritakan apa yang dialaminya itu, “Ya, memang saya yang melakukannya Kiai, tapi cuma mimpi!”
Setelah mendengarkan penuturan santrinya itu, Syaikhona Kholil menghukumnya dengan disuruh menebang pohon-pohon bambu di belakang rumah beliau dengan pedang tumpul yang sejak tadi dalam genggaman beliau.
"Sekarang kamu saya tindak. Rumpun bambu yang ada di belakang rumah saya itu tebang semua sampai bersih! Jangan sampai ada sisanya, meskipun selembar daun!” perintah beliau.
Setelah selesai dari tugasnya, Bahar kecil pergi menghadap Syaikhona Kholil, untuk melaporkan hasil pekerjaannya. Syaikhona Kholil yang melihatnya menghadap bertanya dengan nada tinggi, “Sudah?!”
Bahar kecil menjawab singkat, “Iya, sudah,” sambil menyerahkan kembali pedang yang dibawanya tadi.
Setelah itu, Syaikhona Kholil mengajaknya ke dalam suatu ruangan yang di dalamnya tersedia beberapa talam penuh nasi, lengkap dengan lauk-pauknya, yang konon cukup untuk makan 40 orang. Ternyata Syaikhona Kholil menyuruhnya menghabiskan semuanya.
“Sekarang, makan ini sampai habis! Jangan sampai tidak dihabiskan. Kalau tidak dihabiskan, saya tebas kamu!” perintahnya dengan nada mengancam.
Secara akal sehat, tidak mungkin satu orang bisa menghabiskan makanan sebanyak itu. Tetapi ternyata Bahar kecil bisa memakan semuanya sampai habis dalam waktu singkat.
Setelah selesai, Syaikhona Kholil membawanya ke ruangan lain yang penuh dengan aneka buah-buahan.
“Sekarang, habiskan ini!” perintah beliau. Segera Bahar kecil melaksanakan perintah gurunya. Buah-buahan dalam ruangan itu pun habis dalam waktu singkat.
Setelah itu, Bahar kecil diajak keluar dari ruangan itu oleh Syaikhona Kholil dengan menangis. Bahar kecil tidak mengerti, kenapa gurunya menangis.
"Ilmuku sudah dihabiskan oleh Mas Bahar. Sudah pulanglah kamu!” kata Syaikhona Kholil kepada Bahar kecil seraya mengusap air matanya.