DALAM sejarah Islam sedikitnya terdapat 39 tokoh wanita yang berpengaruh dalam perkembangan agama Allah SWT. Salah satunya adalah Atikah, pemilik mimpi tentang kemenangan dalam Perang Badar.
Atikah, sang wanita suci yang beriman dan taat. Pemilik mimpi-mimpi yang benar. Wanita yang hijrah dan berbai'at kepada keponakannya, Rasulullah SAW.
Atikah binti Abdul Muththalib ibn Hasyim al-Quraisyiyah al-Hasyimiyah. Ia adalah bibi Rasulullah SAW sekaligus saudari kandung ayah Rasulullah, Abdullah ibn Abdul Muththalib.
Atikah lahir dan tumbuh di bawah naungan ayahnya, Abdul Muththalib, tuan seluruh kaum Quraisy, seorang junjungan yang terhormat. Atikah adalah wanita yang sangat perasa hingga ia begitu terkesan dengan segala musibah dan bencana yang menimpa dirinya.
Ilustrasi. Foto: Shutterstock
Hal itu kemudian mendorongnya untuk menggubah suatu syair untuk mengungkapkan kedalaman duka yang ia alami. Hal ini bisa kita lihat dalam kasidahnya saat ia meratapi kepergian sang Ayah, Abdul Muththalib, untuk selamanya, Atikah melantunkan kasidah:
"Hai dua mataku, pemurahlah jangan kikir
Dengan air mata sesudah mereka lelap
Hai dua mataku, tumpahkanlah
Curahkanlah tangis tanpa menampar wajah
Hai dua mataku menangislah dan tumpahkan
Karena laki-laki tua yang tidak lemah dan tidak kuat
Karena laki-laki dermawan yang tenggelam dalam nestapa
Berlaku mulia dan dalam jaminan
Dalam uban pujian dan harapan
Orang yang jujur dan kukuh pendirian
Pedang yang tajam dalam perang
Mengalahkan lawan dan bermusuhan
Barakhlak mulia dan pemurah
Setia, agung, dan pemurah
Rumahnya berdiri kokoh dan menjulang
Tinggi semangat, tak tertandingi."
Pada masa jahiliyah, Atikah menikah dengan Abu Umayah ibn Mughirah, ayah dari Ummu Salamah, istri Rasulullah SAW. Dari pernikahan ini, Atikah memiliki beberapa anak, di antaranya Abdullah, Zuhair, dan lain-lain.
Putra Atikah yang bernama Abdullah tidak pernah masuk Islam. Sementara itu, Zuhair, ialah salah seorang yang berusaha untuk merobek catatan yang berisi pemboikotan Quraisy terhadap Rasulullah SAW.
Zuhair masuk Islam dan menjadi Muslim yang baik. Ia juga menjadi salah seorang yang mendukung dan membela Rasulullah.
Atikah menyatakan Islam di Makah bersama para wanita yang telah berbai'at dan ikut hijrah bersama Rasulullah ke Madinah al-Munawwarah. Sejauh yang dituturkan dalam buku-buku sirah, Atikah pernah mengalami mimpi yang dibenarkan oleh Rasulullah dan kemudian terbukti.
Ia bermimpi tentang kekalahan kaum Quraisy dalam Perang Badar. Ibnu Ishaq menceritakan, "Aku mendengar dari Ikrimah dari Ibnu Abbas dan Yazid ibn Ruman dan 'Urwah ibn Zubair, mereka mengatakan: 'Tiga malam sebelum kedatangan pasukan Makah, Atikah binti Abdul Muththalib mengalami mimpi yang membuatnya takut. Oleh karena itu, ia menemui saudaranya, Abbas ibn Abdul Muththalib, untuk menceritakannya. Atikah berkata: Wahai saudaraku, demi Allah semalam aku mengalami mimpi yang membuatku takut. Aku takut jika kaummu mengalami keburukan dan musibah karenanya. Karena itu, rahasiakanlah apa yang akan kuceritakan ini.
Abbas bertanya: 'Apa mimpi yang engkau alami? Atikah menjawab: Aku melihat seseorang yang datang dengan menunggang unta kemudian berhenti di atas batu. Ia berteriak sekeras-kerasnya: Wahai Ahlu Ghudur, pergilah untuk menyambut kematian kalian! (la berteriak demikian sebanyak tiga kali). Selanjutnya, aku melihat banyak orang berkumpul di sekitarnya.
Laki-laki itu masuk ke dalam masjid diikuti oleh mereka yang berkumpul di sana. Ketika orang-orang itu berkumpul, tiba-tiba unta tunggangannya membawa laki-laki itu naik ke atas Kakbah. Ia teriakkan kata-kata yang sama sebanyak tiga kali: Wahai Ahlu Ghudur, pergilah untuk menyambut kematian kalian! Selanjutnya, unta itu membawanya ke atas puncak Gunung Abu Qubaisy lalu ia kembali meneriakkan kalimat yang sama sebanyak tiga kali.
Wahai Ahlu Ghudur, pergilah untuk menyambut kematian kalian! Setelah itu, ia mengambil sebuah batu dari Gunung Abu Qubaisy dan ia lemparkan ke bawah. Begitu sampai ke bawah, batu itu hancur lebur hingga tidak ada satu pun rumah maupun gubuk di Makah yang tidak dimasuki oleh pecahan batu tersebut, kecuali rumah Bani Hasyim dan Bani Zuhrah.”
Abbas mengomentari: Demi Allah, ini benar-benar mimpi yang besar. Karena itu, rahasiakanlah dan jangan engkau ceritakan kepada siapa pun!
Setelah itu, Abbas pergi dan bertemu dengan al-Walid ibn 'Utbah ibn Rabi'ah, sahabat dekatnya. Abbas menceritakan mimpi Atikah itu kepada al-Walid dan memintanya untuk merahasiakan.
Namun, al-Walid kemudian menceritakannya kepada ayahnya, Utbah, hingga cerita itu pun tersebar luas di Makah dan kaum Quraisy pun ikut membahasnya dalam berbagai perkumpulan.
Abbas r.a. menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dan Abu Jahal karena mimpi tersebut: Aku pergi untuk menunaikan Thawaf di Baitullah. Ketika itu, Abu Jahal ibn Hisyam bersama sekelompok orang Quraisy sedang duduk dan berbincang tentang mimpi Atikah tersebut.
Begitu melihatku, Abu Jahal mengatakan: Hai Abu al-Fadhal, setelah selesai thawaf nanti, datanglah kemari! Seusai thawaf, aku pun menghampiri Abu Jahal dan duduk bersama mereka. Abu Jahal bertanya kepadaku: "Hai Bani Abdul Muththalib, kapankah kabar itu terjadi?"
Aku menjawab: Apakah itu?
Abu Jahal menyahut: Mimpi yang dialami oleh Atikah.
Dengan pura-pura tidak mengetahui mimpi Atikah tersebut, Aku mengatakan: Apakah mimpi yang dialami Atikah?
Abu Jahal berkata: Wahai Bani Abdul Muththalib apakah kalian tidak terima jika para laki-laki kalian menjadi peramal hingga wanita kalian juga menjadi peramal? Dalam mimpi itu, Atikah mengaku bahwa ada laki-laki yang mengatakan: Pergilah dalam tiga hari, maka kami akan menunggu sampai tiga hari. Jika benar, niscaya hal itu akan terjadi. Adapun jika tiga hari berlalu dan apa yang diramalkan itu tidak terbukti, kami akan menulis pernyataan kepada kalian bahwa kalian adalah keluarga yang paling pendusta di Arab.
Aku berkata: Demi Allah, itu benar, dan aku mengingkari bahwa Atikah telah bermimpi. Setelah itu, kami pun berpisah.
Abbaas melanjutkan ceritanya: Sore harinya, para wanita dari Bani Abdul Muththalib mendatangiku dan mengatakan: Engkau telah membiarkan laki-laki. Selanjutnya, ia juga mencela kaum wanita dan engkau mendengarnya. Namurn, engkau tidak marah maupun menolak atas apa yang engkau dengar itu.
Aku menjawab: Demi Allah, itu bukanlah sesuatu yang besar bagiku, tetapi Demi Allah aku akan menghadangnya. Jika ia kembali mengatakan hal seperti itu, aku pasti membungkamnya'."
Abbas menceritakan, "Pada hari ketika mimpi Atikah itu kuceritakan, aku pergi dengan perasaan jengkel dan marah. Aku melihat bahwa aku telah kehilangan sesuatu yang sebenarnya ingin aku raih. Aku masuk masjid dan melihat Abu Jahal. Aku segera melangkah mendekat dan menghadangnya agar ia kembali mengucapkan kata-katanya itu. Dengan begitu, aku bisa menyerangnya. Abu Jahal adalah laki-laki yang bertubuh kecil, tetapi lidah dan matanya tajam. Begitu melihatku, ia bergegas menuju pintu. Dalam hati aku berkata: 'Apa yang terjadi dengannya? Apakah ini karena ia takut kepadaku?'
Namun, ternyata Abu Jahal telah mendengar apa yang belum aku dengar. la mendengar suara Dhamdham ibn 'Amr al-Ghifari yang berteriak di tengah jurang. la berdiri di atas unta bersama beberapa rombongan. Dhamdham merobek gamisnya dan berteriak: 'Wahai kaum Quraisy, awas bahaya... awas bahaya... Harta kalian yang bersama Abu Sutyan telah dihadang oleh Muhammad bersama para sahabat. Kalian tidak akan bisa mengejarnya. Selamatkan diri kalian!' Kejadian itu telah membuatku lupa atas urusanku dangan Abu Jahal, begitu juga dengannya terhadap diriku."
Alhasil, atas kehendak Allah SWT, mimpi Atikah ash-Shadiqah itu telah terbukti. Perang Badar yang terjadi berikutnya telah mengeiring para pembesar kafir Quraisy ke dalam kematian mereka, di tanah Badar. Terutama Abu Jahal yang dibunuh oleh Allah melalui tangan para sahabat Rasulullah SAW.
Akibat kebenaran mimpi Atikah dan kemenangan kaum Muslimin dalam Perang Badar itu, Allah membuatnya semakin cinta pada Islam dan Rasulullah. Begitu melihat pasukan Quraisy yang pulang dengan kekalahan, Atikah bersiap-siap untuk hijrah mengikuti Rasulullah dan tinggal di negeri hijrah, Madinah al-Munawwarah.
Sayangnya, buku-buku sirah dan biografi tidak lagi menceritakan tentang
Atikah setelah peristiwa tersebut, maupun tentang tahun wafatnya.
Demikian dikutip dari buku Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam, halaman 195-199. Dr. Bassam Muhammad Hamami.
(Abu Sahma Pane)