Ada seorang kawan. Dulunya ia bekerja di perusahaan swasta dan duduk di posisi yang lumayan. Meski begitu, ia sering membayangkan betapa enaknya hidup seorang PNS. Bayangan di kepalanya itu mungkin tercipta dari kesan yang selama ini terbangun dalam masyarakat kita: Hidup PNS itu tenang, gajinya cukup, masa depannya terjamin, dan tidak ada ancaman PHK.
Ketika ada tes CPNS beberapa tahun lalu, kawan itu ikut tes. Ia lulus dan setahun kemudian diangkat jadi PNS. Seiring berjalannya waktu, kawan saya itu mulai menyadari bahwa antara bayangan dan kenyataan yang ia rasakan rupanya jauh berbeda.
Benar barangkali kalau masa depan PNS terjamin dengan uang pensiun dan tak pernah ada ancaman PHK, tapi dalam hal gaji, ia merasa kurang. Kurang sekali. Berbeda jauh penghasilan bulanannya dengan saat ia dulu bekerja di perusahaan swasta.
Ia pernah bertanya pada saya, “Bagaimana caranya agar kita bisa menerima gaji PNS yang begitu kecil ini tanpa mengeluh?” Saya pun menjawab, “Ya diterima sajalah.” Kawan saya itu nampak tak puas dengan jawaban semacam itu. Saya tak punya jawaban lain. Sebab, saya sendiri tak pernah menjadi karyawan di perusahaan swasta. Otomatis saya tak punya pengalaman untuk membanding-bandingkan gaji.
Selain itu, saya juga generasi ke-3 PNS di keluarga. Kakek saya PNS, Ayah saya PNS, dan saya kini pun bekerja sebagai PNS. Sejak dulu saya mafhum saja bahwa hidup PNS itu ya gajinya kecil, tapi dalam kasus saya, masuk PNS itu memang tidak ditujukan untuk mencari gaji besar atau hidup tenang, tapi untuk mengabdi.
Akan tetapi pertanyaan kawan itu terngiang-ngiang juga di telinga saya. Sebab, ternyata banyak juga kawan lain bertanya perihal yang sama. Bahkan tidak hanya kawan-kawan PNS, banyak pula rekan karyawan swasta yang bertanya soal itu saat berjumpa dengan saya. Saya pun jadi penasaran apa jawaban yang kira-kira bisa melegakan hati kawan-kawan saya itu.
Oleh karenanya, setiap saya bertemu dengan PNS senior maupun pensiunan yang sudah banyak makan asam garam pengalaman hidup, saya selalu menyampaikan pertanyaan itu. Berharap ada jawaban yang bisa jadi semacam obat penenang bagi mereka yang terus gelisah soal pendapatan.
Dari sekian banyak orang yang saya tanya, ada satu yang jawabannya membekas dan kiranya cukup melegakan. “Kalau mau bahagia jadi PNS, maka harus paham seni hidup kurang lebih,” ujar seorang PNS senior pada saya suatu hari.
Ia lalu menjelaskan bahwa seringkali kita tidak adil dalam berpikir. Kita manusia ini lebih sering memikirkan bagaimana sikap kita dalam menyikapi kekurangan saja. Jarang sekali ada dari kita ini yang mengajukan tanya pada diri sendiri: Apa yang akan kita lakukan saat kita dapat rezeki berlebih?
“Di situ letaknya, Mas. Seni hidup kurang lebih itu maksudnya bisa menerima ketika dalam kekurangan, dan dapat memberi ketika ada kelebihan,” pungkas PNS senior itu. Jawaban itu sederhana namun mengena. Singkat tapi melekat.
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran