ISLAMOPHOBIA tak hanya sebuah fenomena yang terjadi di daerah minoritas muslim, seperti Eropa misalnya, namun juga justru masih marak didapati di wilayah mayoritas umat muslim berada.
Hal ini dibuktikan dari sebuah laporan yang didanai Uni Eropa dari sebuah think tank Turki, di mana telah menyoroti banyaknya tindakan anti-muslim yang tergolong lazim, termasuk yang terjadi di wilayah Balkan.
Padahal negara-negara Balkan sendiri merupakan negara yang diketahui di mana umat muslim di sana merupakan penduduk asli Balkan lebih dari empat ratus tahun silam.
Sebut saja Albania, Kosovo dan Bosnia, tiga negara mayoritas muslim di wilayah Balkan yang seringkali menghadapi tindakan anti-muslim yang signifikan.
Tak hanya itu, golongan besar muslim di Makedonia, Serbia dan Montenegro pun turut menghadapi tantangan dalam keseharian mereka karena kurangnya rasa aman ketika menunjukkan keyakinan mereka di depan umum.
Baca juga: Cerita Mbah Moen tentang Malaikat Thawaf Kelilingi Ka'bah
Tahun 2019, rilisnya sebuah buku bertajuk 'Islamophobia in Muslim Majority Societies' seakan muncul untuk menjawab pertanyaan yang tak biasa dan terlihat saling bertentangan ini; mengapa justru di negara mayoritas pemeluk agama itu masih lazim terjadi tindakan penyerangan berbasis agama.
"Islamophobia dapat berfungsi secara berbeda tetapi, pada dasarnya, fenomena ini terhubung ke konteks politik global yang sangat terstruktur oleh tatanan pasca-kolonial dan terkait dengan hegemoni AS kontemporer di dunia," klaim penulis buku itu, dikutip dari TRT World, Kamis (25/6/2020).
AS telah menjadi salah satu sumber pendanaan pusat sebagai penyebab narasi anti-muslim tersebar secara global. Sebuah laporan pada tahun 2019 berjudul "Hijacked by Hate: American Philanthropy and the Islamophobia Network", menemukan bahwa terdapat 1.096 organisasi yang bertanggung jawab untuk mendanai 39 kelompok hingga jutaan dolar untuk menyebarkan ujaran serta aksi anti-muslim.
Sebagian besar di antaranya telah melintasi Atlantik ke Eropa dan tak sedikit yang turut masuk ke negara-negara Balkan, yang mengakibatkan peningkatan sentimen anti-Muslim.
Elite di sebagian besar negara mayoritas muslim yang dikelilingi oleh pengaruh Barat seperti Balkan, memandang regulasi Islam merupakan cara mengatur identitas yang dianggap sebagai ancaman bagi negara-negara sekuler yang mirip Barat.
Nada Dosti, yang berkontribusi pada bagian Albania dalam laporan Islamophobia 2019, berpendapat bahwa penting untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengatasi retorika anti-Muslim dalam realitas Albania, termasuk juga negara-negara berbahasa Albania.
“Islamophobia di Albania telah mengalami intensifikasi di berbagai bidang kehidupan, termasuk pekerjaan, pendidikan, perwakilan media, sistem peradilan, dll. Dengan opini dan stereotip negatif ini, serta banyaknya ujaran kebencian di media arus utama, media sosial, dan platform online lainnya,” tambah Dosti kepada TRT World.
Serangan teror masjid Christchurch yang pernah terjadi tahun 2019 di Selandia Baru, menewaskan 51 muslim, seorang komentator di Albania bernama Kastriot Myftaraj justru mengatakan bahwa tindakan tersebut bukanlah sebuah masalah besar terhadap muslim di Albania. Dosti menambahkan, sentimen anti-muslim di Albania sebagian besar dipicu oleh jurnalis dan politisi yang mengakibatkan wacana Islamophobia seakan menjadi suatu hal yang normal.