NEGERI Serambi Makkah memiliki banyak pahlawan yang gigih berjuang mengusir penjajah. Salah satunya ialah Teungku Chik Di Tiro. Mujahid bernama asli Muhammad Saman itu ialah putra dari Tengku Syaikh Ubaidillah asal kampung Garot Negeri, Samaindra, Sigli.
Sedangkan ibunya bernama Siti Aisyah, putri dari Teungku Syaikh Abdussalam Muda Tiro. Teungku Chik Di Tiro lahir di Kabupaten Pidie, 1 Januari 1836. Semasa kecilnya ia hidup di lingkungan yang sangat religius. Ia belajar agama dengan ayah dan pamannya bernama Teungku Chik Dayah Tjut Di Tiro.
Minat besarnya akan ilmu agama Islam membuat Teungku Chik Di Tiro berkelana ke Lam Krak, Aceh Besar untuk memperdalam ilmunya. Setelah menghabiskan waktu dua tahun di sana, ia pun kembali ke Tiro dan mengajar bersama sang paman, Teungku Dayah Tjut.
Teungku Chik Di Tiro tidak pernah menjalani pendidikan formal. Puas mencari ilmu di negeri asalnya, ia kemudian pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus mendalami ilmu agama. Di Tanah Suci, Teungku Chik Di Tiro bertemu para ulama dan pemimpin Islam. Dari situlah ia mulai sadar arti perjuangan perjuangan melawan imperialisme dan kolonialisme.
Dikutip dari buku Sejarah Perjuangan 130 Pahlawan dan Tokoh Pergerakan Nasional karya Kerta Wijaya, Teungku Chik Di Tiro merupakan pahlawan nasional dan tokoh penting yang sangat berjasa melawan tentara kolonial Belanda. Saat Aceh Besar jatuh di tangan kompeni, ia muncul sebagai pimpinan perang hingga pada tahun 1881 Teungku Chik Di Tiro bersama pasukannya berhasil merebut benteng Belanda Lam Baro, Aneuk Galong.
Baca juga: 10 Perempuan Diangkat Jadi Pejabat Senior Masjidil Haram dan Masjid Nabawi
Lantaran semangat juangnya yang begitu gigih, Teungku Cik Di Tiro dijuluki sebagai 'Panglima Sabil' atau pemimpin perang Sabil. Ia dipercaya oleh Kesultanan Aceh memimpin perang berjuang melawan penindasan atas dasar agama dan nasionalisme.
Selain Benteng Lambaro, Teungku Chik Di Tiro juga berhasil merebut benteng Belanda di Indrapura pada tahun 1881. Ia juga terlibat pertempuran di Pulau Breuh yang saat itu dikuasai Belanda. Perlawanan heroik sang mujahid membuat pasukan Belanda kalang kabut.
Kehebatan Teungku Chik Di Tiro semakin membuat serdadu Belanda ketar-ketir. Betapa tidak, aksi heroik bersama pasukannya berhasil menewaskan salah satu perwira Belanda yakni Mayor Jenderal Kohler. Kondisi ini membuat Belanda murka hingga menghujani pasukan Chik Di Tiro dengan tembakan meriam dari kapal perang yang bersandar di pantai. Akibatnya, pasukan Chik Di Tiro berhasil dipukul mundur.
Sepak terjang Teungku Chik Di Tiro membuat Belanda hampir kehabisan akal untuk menumpasnya. Hingga akhirnya muncul siasat busuk untuk membunuh sang Panglima Sabil. Belanda kemudian memakai "siasat liuk" yaitu dengan mengirim makanan yang telah dicampur racun.