JAKARTA- Saat Nourin Mohamed Siddiq membacakan ayat suci Al-Qur'an orang-orang di berbagai negara di penjuru dunia menggambarkan suaranya bernada sedih, penuh penghayatan.
Suara tilawah bergaya Afrika yang unik, yang selama ini didominasi oleh tradisi Timur Tengah. Nah, media sosial pun berperan menyebarluaskan untuk membangkitkan pembacaan Quran atau tilawah bergaya Afrika itu.
Suaranya yang unik itu membuatnya jadi salah satu pembaca Alquran (qari) terpopuler di dunia.
Ketika ia meninggal dunia pada usia 38 tahun akibat kecelakaan mobil di Sudan pada November 2020, kepergiannya itu mengundang duka dari Pakistan hingga Amerika Serikat.
Baca Juga: Muhammadiyah Tetapkan Puasa Ramadhan 13 April, Lebaran 13 Mei
"Dunia telah kehilangan salah satu (suara) yang terindah di zaman kita," cuit dai kenamaan Imam Omar Suleiman dari Texas di Twitter.
Hind Makki, seorang pendidik antaragama Sudan-Amerika, mengaku kualitas lantunan suara almarhum itu sulit digambarkan dalam kata-kata.
Baca Juga: Qadha Puasa, Ini Beberapa Catatan Penting Sebelum Melaksanakan
"Orang-orang bilang ada kekhasan Afrika walau mereka tidak dapat menggambarkannya secara tepat lewat kata-kata, namun mereka menyukainya," ujar dia.
Bukanlah suatu kebetulan bila lantunan suaranya dibandingkan dengan musik Blues. Menurut sejarawan Sylviane Diouf, lantunan, doa, dan pembacaan dari umat Muslim Afrika Barat yang dulu jadi korban perbudakan, yang suaranya mirip dengan umat Muslim di kawasan Sahel hingga Sudan dan Somalia, bisa jadi telah berkontribusi pada terciptanya "musik orang Afrika-Amerika di kawasan Selatan yang khas sehingga berevolusi menjadi lengkingan dan akhirnya menjadi musik Blues".
Menurut tradisi, Quran dibacakan dengan cara melantun, seperti yang dianjurkan Nabi Muhammad, yang menyatakan bahwa umat harus "menghiasi Quran dengan suaramu".