Dalam masalah tersebut, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalllam telah berfatwa, sebagaimana disebutkan di dalam hadis shahih:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ هِنْدَ بِنْتَ عُتْبَةَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ وَلَيْسَ يُعْطِينِي مَا يَكْفِينِي وَوَلَدِي إِلَّا مَا أَخَذْتُ مِنْهُ وَهُوَ لَا يَعْلَمُ فَقَالَ خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ
"Dari ‘Aisyah bahwa Hindun binti ‘Utbah berkata: 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan (suamiku, pen) seorang laki-laki yang bakhil. Dia tidak memberi (nafkah) kepadaku yang mencukupi aku dan anakku, kecuali yang aku ambil darinya sedangkan dia tidak tahu.' Maka beliau bersabda: 'Ambillah yang mencukupimu dan anakmu dengan patut'." (HR Bukhari Nomor 5364; Muslim Nomor 1714)
Baca juga: Masuk Islam, Gadis Cantik Asal Amerika Ini Tegaskan Tuhan Tidak Miliki Anak
Baca juga: Abu Nawas Beri Jawaban Cerdas soal Telur dan Ayam, Raja pun Kebingungan, Terpaksa Kasih Hadiah
Setelah membawakan hadis tersebut, Syekh Shalih bin Ghanim As-Sadlaan berkata: "Apa yang telah lalu ini menunjukkan kewajiban nafkah untuk istri. Dan nafkah itu diukur dengan apa yang mencukupinya (istri) dan anaknya dengan ma’ruf (patut, baik, umum). Jika suami tidak memberi nafkah, sesungguhnya sang istri berhak mengambil nafkahnya dari harta suaminya, walau tanpa sepengetahuannya, dan hal itu hendaklah dengan ma’ruf. Dan sepantasnya bagi istri tidak membebani suaminya dengan banyak tuntutan. Hendaklah dia ridha dengan sedikit (nafkah), khususnya jika suami berada dalam kesusahan dan kemiskinan." (Fiqhuz Zawaj, halaman 130)
Wallahu a'lam bishawab.
(Hantoro)