Karena itu, Amphuri mengusulkan tiga hal kepada Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah:
1. Mengumumkan kepada PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) yang memiliki Jamaah Haji Khusus yang terdaftar di Siskohat dan siap berangkat untuk mengajukan permohonan nama-nama Jemaah Haji Khusus kepada Direktur Jenderal disertakan dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) sebagaimana format.
2. Menetapkan nama-nama Jamaah Haji Khusus yang berhak mengisi pemenuhan sisa kuota haji khusus tambahan dan melunasi berdasarkan pengajuan dari PIHK serta ditetapkan berdasarkan urutan pendaftaran secara nasional.
3. Menetapkan waktu pelunasan pemenuhan sisa kuota haji khusus tambahan dengan memperhatikan jadwal pengurusan kontrak dan visa dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi.
Firman menyebutkan, mungkin ada jamaah yang belum bisa menyelesaikan pembayaran biaya haji (Bipih) khusus karena satu dan lain hal. Sebab, haji khusus tidak ada istilah isthitaah kesehatan sehingga tidak ada masalah terkait aturan isthitaah dari pemerintah.
"Kami PIHK mempunyai kewajiba memimpin dan membimbing dan ada mekanisme khusus untuk kebutuhan khusus. Bisa dengan menghadirkan pendamping lansia, atau menyediakan muthawif saat pelaksanaan. Sehingga kesiapan dana mungkin menjadi alasan keterlambatan pelunasan," ujarnya.
Demi menjaga asas keadilan, penentuan nama jamaah haji khusus yang berangkat, PIHK akan tetap memprioritaskan sesuai denga urutan pendaftaran. Artinya first come first serve. Sehingga, nantinya keberangkatan tetap diprioritaskan sesuai nomor terkecil sehingga tidak ada yang merasa dilewati.
(Maruf El Rumi)