Beda Hitungan Ayat
Ustadz Fahrur Rozi menerangkan, adanya perbedaan bukan berarti hitungan yang lebih banyak telah menambah ayat, atau sebaliknya yang lebih sedikit telah menguranginya; bukan demikian. Perbedaan terjadi karena cara penghitungan yang berbeda dari masing-masing mazhab.
Penghitungan ayat Alquran didasarkan dari bacaan Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam yang didengar oleh para Sahabat Nabi. Lalu, bacaan tersebut diajarkan secara berkesinambungan (estafet) oleh para sahabat kepada generasi berikutnya.
Dalam hal mendengar bacaan, ketika Nabi berhenti pada beberapa kata tertentu, muncullah perbedaan pemahaman di antara yang mendengarkan; apakah Nabi sekadar waqaf, atau berhentinya tersebut disebabkan karena akhir ayat. Di sinilah letak perbedaannya.
"Sebagai contoh sederhana, ketika Rasulullah membaca: alif lam mim, zalikal kitabu la raiba fih, hudal lilmuttaqin; maka apakah ketika berhenti pada alif lam mim itu, Nabi sekedar berhenti (waqaf sejenak), atau itu merupakan akhir ayat. Di sinilah ulama berbeda," bebernya.
Al-Kufi menganggap itu merupakan ayat tersendiri. Sementara yang lain menganggap itu sekedar berhenti untuk waqaf. Sehingga, Al-Kufi menghitung alif lam mim ayat 1, dan zalikal kitabu la raiba fih, hudal lilmuttaqin ayat 2. Sedang ulama lainnya, menghitung alif lam mim, zalikal kitabu la raiba fih, hudal lilmuttaqin menjadi ayat 1.
Perbedaan juga terjadi pada cara hitung ayat Surat Al Fatihah. Ulama sepakat bahwa Surat Al-Fatihah terdiri dari 7 ayat. Namun, mereka berbeda pendapat dalam menentukan ayat-ayatnya.
Perbedaan terletak pada basmalah, apakah merupakan bagian dari surah Al-Fatihah atau tidak? Karenanya, kadang ada imam shalat yang membaca surah Al-Fatihah dimulai dengan basmalah, dan ada juga yang langsung memulai dengan hamdalah.
Al-Kufi berpendapat bahwa basmalah adalah bagian dari Surah Al-Fatihah. Basmalah adalah ayat pertama dan ayat ketujuah dari Surah Al-Fatihah adalah "siratal lazina an’amta ‘alaihim gairil magdubi ‘alaihim walad dallin".
Sementara pendapat lain mengatakan, basmalah bukan termasuk bagian dari Surah Al-Fatihah. Basmalah yang termasuk ayat Alquran hanya terdapat pada QS. An-Naml [27] ayat ke 30. Sehingga, ayat pertama Surah Al-Fatihah ialah hamdalah (al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin). Ayat keenamnya adalah siratal lazina an’amta ‘alaihim. Dan ayat ketujuh, gairil magdubi ‘alaihim walad dallin.
Bila dikaitkan dengan Ilmu Waqaf dan Ibtida’, bagi yang mengikuti pendapat Al-Kufi, maka berhenti pada siratal lazina an’amta ‘alaihim termasuk kategori waqaf yang tidak sempurna. Sebab, kalimat berikutnya merupakan penjelasan (na'at) dari allazina an’amta ‘alaihim. Karena itu, dalam Mushaf Al-Quran Indonesia, pada lafaz ‘alaihim yang pertama di ayat ketujuh, dibubuhkan tanda “lam alif” kecil di atas huruf terakhir pada akhir penggalan ayat. Itu berfungsi mengisyaratkan bahwa tidak boleh waqaf. Selain itu, ditambahkan pula tanda bulatan seperti huruf hijaiyah “ha” untuk menandakan bahwa pada lafaz ‘alaihim terdapat perbedaan penghitungan ayat.
Adapun bagi yang mengikuti pendapat siratal lazina an’amta ‘alaihim sebagai ayat tersendiri (ayat ke-6), maka berhenti pada ‘alaihim termasuk waqaf hasan, karena berhenti pada akhir ayat, meskipun masih terkait dengan ayat berikutnya.
Contoh lain dapat dilihat pada Ayat Kursi. Dalam hitungan Al-Kufi, Ayat Kursi terdapat pada Al-Baqarah ayat 255. Dalam hitungan al-Madani al-Awwal, Ayat Kursi adalah ayat 253 Surah Al-Baqarah. Sementara dalam hitungan Al-Madani Al-Akhir, itu terdapat pada ayat 253 dan 254 (menjadi dua ayat) Surat Al-Baqarah.