Mengutip Ensiklopedia Jakarta, hadroh rebana terdiri dari tiga instrumen, bawa yang berfungsi sebagai komando irama pukulan yang lebih cepat, ganjil atau seling yang saling mengisi dengan bawa serta gedug sebagai bas.
Lagu-lagu hadroh rebana dapat diambil dari sholawat atau qosidah. Seperti misalnya Sholawat Thola'al Badru 'Alaina, Sholawat Badar, Sholawat Nariyah, sementara qosidah seperti Ya Robbi Sholli ala Muhammad.
Melihat sejarahnya di Indonesia, sebagaimana banyak dimuat media nasional, hadroh pertama kali masuk pada abad ke-15 masehi. Pada waktu itu pedagang Arab datang untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam.
Kesenian yang memang berasal dari budaya Arab ini kemudian berkembang dan bercampur dengan budaya lokal Indonesia. Wali Songo kemudian menggunakan seni hadroh rebana sebagai media dakwah.
Sesuai asal katanya, hadroh diartikan sebagai kehadiran, karenanya para pemain dan penonton hadroh rebana diharapkan dapat merasakan kehadiran Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam, sehingga mereka merasa dekat dan tenang.
Wallahu a'lam bisshawab.
Oleh:
Ustadz H Ilya Ulumudin - dai ambassador Dompet Dhuafa
(Hantoro)