SEJARAH Masjid Bir Ali menjadi tempat miqat jamaah haji dibahas lengkap dalam artikel berikut ini. Nama Masjid Bir Ali mungkin sudah akrab di telinga jamaah haji Indonesia, terutama gelombang pertama yang singgah lebih dulu di Kota Madinah, sebelum menunaikan ibadah umrah dan haji di Kota Makkah, Arab Saudi.
Kawasan di Masjid Bir Ali memiliki nama asli Zulhulaifah. Lokasi ini menjadi miqat makani atau batas tempat memulai ibadah umrah dan haji (berihram) bagi para jamaah yang berangkat dari arah Madinah, termasuk jamaah haji Indonesia yang terbang ke Tanah Suci pada gelombang I.
Di Bir Ali ini ada sebuah masjid yang menjadi tempat jamaah haji atau umrah melakukan sholat sunnah dua rakaat dan berniat ihram. Masjid tersebut bernama Masjid Miqat Zulhulaifah atau Masjid Asy-Syajarah, letaknya di tepi Jalan Raya Madinah–Makkah, sekira 11 kilometer dari Masjid Nabawi. Jamaah haji Indonesia sering menyebutnya dengan Masjid Bir Ali.
Sejak 20 Mei 2024, ribuan jamaah haji Indonesia yang telah tinggal selama sekira sembilan hari di Madinah secara bertahap diberangkatkan ke Makkah. Mereka terlebih dahulu mampir di Masjid Bir Ali untuk berihram sebelum melaksanakan umrah di Makkah.
"Sampai 22 Mei 2024, menurut data dari PPIH Arab Saudi Daker Madinah, 19.764 jamaah haji Indonesia sudah diberangkatkan dari Madinah ke Makkah," kata Makkatul Mukarromah, kepala Seksi Layanan Kedatangan dan Keberangkatan PPIH Arab Saudi Daker Madinah, Kamis 23 Mei 2024, dilansir Kemenag.go.id.
Penamaan Masjid Bir Ali
Masjid Bir Ali dikenal dengan banyak nama. Disebut Bir (bir berarti sumur) atau Abyar (kata jamak dari bi'r yang berarti banyak sumur) Ali karena pada zaman dahulu sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu menggali banyak sumur di tempat itu. Sekarang bekas sumur-sumur tersebut tidak tampak lagi.
Masjid Bir Ali juga dikenal dengan sebutan Masjid Asy-Syajarah (yang berarti pohon) karena dibangun di tempat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam pernah berteduh di bawah sebuah pohon (sejenis akasia).
Peristiwa tersebut terjadi dalam perjalanan Nabi Shallallahu alaihi wassallam setelah pelanggaran Perjanjian Hudaibiyah pada tahun ke-6 Hijriyah (628 Masehi). Beliau singgah di tempat tersebut, di bawah sebuah pohon, dan mengenakan Ihram. Hal yang sama terjadi ketika Nabi berangkat untuk umrah qadha dan juga pada haji wada'.
Menurut Profesor Dr KH Aswadi MAg, konsultan Ibadah PPIH Arab Saudi Daker Madinah, dalam Perjanjian Hudaibiyah ditetapkan bahwa Rasulullah dan umat Islam di Madinah tidak boleh berhaji selama 10 tahun. Perjanjian ini kemudian gagal.
"Perjanjian ini dilanggar oleh kaum Quraisy, sehingga pada tahun ke-9 Hijriah, Nabi memaklumatkan Fathu Makkah tahun ke-10 Hijriah," jelas KH Aswadi yang juga guru besar di UIN Sunan Ampel Surabaya.
Pada tahun tersebut Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam menetapkan Zulhulaifah sebagai miqat haji atau umrah bagi para penduduk Madinah, termasuk orang-orang yang datang dari arah kota tersebut.
Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata, "Nabi Shallallahu alaihi wassallam menetapkan miqat untuk penduduk Madinah di Zulhulaifah, penduduk Syam di Juhfah, penduduk Nejad di Qarnul Manazil, dan penduduk Yaman di Yalamlam."
Nabi Shallallahu alaihi wassallam bersabda, “Miqat-miqat tersebut sudah ditentukan bagi penduduk masing-masing kota tersebut dan juga bagi orang lain yang hendak melewati kota-kota tadi padahal dia bukan penduduknya namun ia ingin menunaikan ibadah haji atau umrah. Barangsiapa yang kondisinya dalam daerah miqat tersebut, maka miqat-nya dari mana pun dia memulainya. Sehingga penduduk Makkah, miqat-nya juga dari Makkah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, seluruh jamaah haji Indonesia gelombang I, yang menuju Makkah dari arah Madinah, mengambil miqat di Masjid Bir Ali atau Zulhulaifah sebelum melaksanakan ibadah umrah. Di masjid ini, jamaah haji melaksanakan sholat sunnah ihram 2 rakaat dan berniat ihram.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)