MAKKAH – Pasangan suami istri, Khumaidi dan Siti Fatimah tak menyangka hasil jerih payahnya selama ini menjadi pemulung mengantarkannya ke Tanah Suci untuk beribadah haji. Keduanya tinggal di Dusun Jaringansari, Kecamatan Karangdiyeng, Mojokerto, Jawa Timur.
Sebelum menjadi pemulung, Khumaidi bekerja sebagai pembuat batu bata merah. Karena daerahnya dikenal sebagai kawasan pembuat batu bata merah.
Namun setelah bahan membuat batu bata merah mulai habis, saat Covid di tahun 2021, mereka memutuskan beralih profesi pemulung.
“Tanahnya sudah habis untuk bikin boto (bata merah), terus ngambilin rongsok,” ujar Khumaidi di Hotel Sektor 10, Nomor 1006, Makkah, dikutip, Minggu (9/6/2024).
“Tidak perlu modal, saya ndak malu, yang penting dapat uang halal,” sambung pria 49 tahun tersebut.
Sejak pagi, Khumaidi dan Fatimah sudah harus berjibaku dengan sampah kaleng, kardus, hingga botol plastik yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Karangdiyeng, Mojokerto.
Dari hasil mengumpulkan rongsokan, dalam sehari, ia biasa mendapat penghasilan sekitar Rp100 ribu. “Rp75 ribu ditabung bayar haji, Rp 25 ribu dipakai biaya sehari-hari,” ujar Khumaidi.
Setelah terkumpul Rp1 juta atau Rp2 juta, ia baru menyetorkan ke lembaga penyelenggara perjalanan ibadah haji dan umrah.
Biaya pelunasan haji juga didapatkan Khumaidi dari hasil jual kambing. Usai anaknya yang bernama Malik Fajar sunat, sumbangan yang diperoleh dari sunatan itu dipergunakan untuk membeli kambing, Setelah kambing yang dibelinya berkembang, ia pun menjual untuk menambah biaya pelunasan.