JAKARTA - Dalam Surah Al-Hujurat ayat 13, prinsip kesetaraan dan persaudaraan sangat dijunjung tinggi. Ayat ini memberikan pelajaran penting bahwa manusia, tanpa memandang ras, suku, atau status sosial, memiliki kedudukan yang sama di sisi Allah.
Perbedaan yang ada di antara manusia bukanlah untuk menjadi alasan kesombongan atau diskriminasi, melainkan sebagai sarana untuk saling mengenal dan memahami satu sama lain.
Dilansir dari laman NU Online dan Tafsir Alquran, Sabtu (1/2/2025), dalam Surah Al-Hujurat ayat 13 menegaskan prinsip kesetaraan dan persaudaraan di antara umat manusia. Ayat ini berbunyi:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. Al-Hujurat [49]: 13).
Ayat ini menegaskan, seluruh manusia berasal dari asal yang sama, yaitu dari seorang laki-laki dan perempuan, yakni Adam dan Hawa. Perbedaan suku, bangsa, dan ras bukanlah alasan untuk merasa lebih unggul atau merendahkan orang lain.
Tujuan dari keberagaman ini adalah agar manusia saling mengenal, memahami, dan bekerja sama dalam kebaikan. Kemuliaan seseorang di hadapan Allah tidak ditentukan oleh keturunan, kekayaan, atau status sosial, melainkan oleh tingkat ketakwaannya.
Sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut, "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa." Hal ini menunjukkan bahwa nilai sejati manusia terletak pada kualitas spiritual dan moralnya.
Dalam konteks sejarah, ayat ini diturunkan untuk mengingatkan umat Islam agar tidak membanggakan nasab atau keturunan mereka. az-Zuhaili (13/478) menukil riwayat dari Ibnu Abi Hatim bahwa pada saat penaklukan kota Makkah, Bilal bin Rabah, seorang mantan budak berkulit hitam, diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk mengumandangkan adzan di atas Ka'bah.
Tindakan ini menimbulkan reaksi dari beberapa tokoh Quraisy yang merasa lebih mulia karena keturunan mereka.
Rasulullah SAW kemudian menegur mereka dan menegaskan bahwa kemuliaan hanya ditentukan oleh ketakwaan kepada Allah.
Al-Farran menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan bahwa seluruh manusia memiliki asal-usul yang sama, yakni dari satu nenek moyang, yaitu Nabi Adam dan Sayyidah Hawa. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi seseorang untuk merasa lebih unggul hanya karena garis keturunannya.