Yuni menjalani semua tugas dengan hati yang ikhlas. Alhasil, semua pekerjaan yang dijalani terasa lebih mudah.
"Menjadi petugas haji adalah harapan semua orang. Selain bisa beribadah, yang paling utama adalah melayani jamaah, kalau haji itu bonus," ujar Yuni.
Semua permintaan jamaah khususnya makanan coba diakomodir Yuni. Ia pun mengapresiasi petugas dapur karena selalu menyediakan apa pun yang diminta jamaah.
"Ada yang minta anggur, ada yang minta bubur, ada yang minta rempeyek. Untungnya dari dapur sigap, sehingga semua permintaan itu terpenuhi," ujar Yuni.
Tak hanya merawat sepenuh hati, Yuni juga mencoba menghibur jamaah. Sebab, saat menjalani program safari wukuf, jamaah terpisah dari para pendampingnya sehingga mereka otomatis kesepian.
"Kami dengarkan curhat mereka. Mereka minta ditelponkan keluarganya, kami telponkan. Kami bahagia karena mereka senang," kata Yuni.
"Kami curahkan semua kemampuan kami, kami rawat mereka layaknya orang tua sendiri. Sehingga keadaan mereka menjadi lebih baik," ujar Yuni penuh haru.
Sebelum berangkat ke Arafah, Yuni memandikan jamaah, memakaian pakaian ihram serta memberikan mereka vitamin. Saat wukuf di Arafah, jamaah lansia maupun disabilitas dibimbing untuk berdoa dan berdzikir di dalam bus selama satu jam. Setelah itu, jamaah langsung dibawa untuk menjalani murur (melewati Muzdalifah) dan tanazul di hotel transit safari wukuf.
"Ketika petugas bimbingan ibadah memandu doa di Arafah dan mengatakan Arafah adalah doa yang mustajab, mereka sontak berdoa dengan menangis, merenungi dosa dan mensyukuri nikmat Allah. Di sini kita merasa sangat terharu," ujar Yuni.
Di tengah panasnya Tanah Suci dan beratnya tugas, Yuni dan rekan-rekannya tetap teguh dengan satu tujuan mulia, memastikan setiap jamaah lansia dan berkebutuhan khusus dapat menunaikan ibadah haji dengan aman, nyaman, dan penuh haru. Di balik senyum dan lelah mereka, tersimpan doa-doa tulus yang menguatkan.
(Ramdani Bur)