Hukum ini berlaku sama untuk sholat fardhu, sholat sunnah, sholat jenazah, sujud tilawah, maupun sujud syukur, menghilangkan najis adalah syarat untuk semuanya. Inilah pendapat mazhab kami, dan pendapat ini juga dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hanbal, serta mayoritas ulama dari kalangan salaf maupun khalaf." (Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, Jilid III, hlm. 139).
Selain Imam Nawawi, penjelasan serupa juga dikemukakan Imam Ramli dalam Nihayatul Muhtaj Ila Syarh al-Minhaj. Dalam mazhab Syafi’i, sholat yang dikerjakan dalam keadaan terdapat najis yang tidak dimaafkan, baik najis itu ada di pakaian, badan, maupun tempat sholat, maka sholatnya tetap dianggap tidak sah, meskipun baru diketahui setelah selesai sholat. Untuk itu, sholat orang yang ada najisnya wajib diulang.
( ولو ) ( صلى بنجس ) غير معفو عنه في ثوبه أو بدنه أو مكانه ( لم يعلمه ) حال ابتدائه لها ثم علم كونه فيها ( وجب القضاء في الجديد ) ; لأنها طهارة واجبة فلا تسقط بالجهل كطهارة الحدث والقديم أنه لا يجب
Artinya; "Jika seseorang sholat dalam keadaan terdapat najis yang tidak diampuni (ghairu ma’fu ‘anhu) pada pakaiannya, tubuhnya, atau tempat shalatnya, sementara ia tidak mengetahuinya ketika memulai sholat, lalu setelah sholat ia mengetahui adanya najis tersebut, maka menurut pendapat jadid (pendapat baru Imam Syafi’i), wajib mengulang shalatnya. Sebab, bersuci dari najis adalah kewajiban yang tidak gugur hanya karena ketidaktahuan, sebagaimana halnya bersuci dari hadats," (Imam Syamsuddin Ar-Ramli, [Beirut: Darul Fikr, 1984 M], Jilid II, halaman 35).
Sementara itu, di sisi lain, Ibnu Mundzir dalam kitab al-Awsath fi as-Sunan wa al-Ijma’ wa al-Ikhtilaf, memberikan alternatif lain. Ia menjelaskan bahwa ulama berbeda pendapat mengenai seseorang yang shalat dengan pakaian, lalu setelah sholat baru mengetahui bahwa di pakaian itu terdapat najis.
Sebagian ulama, kata Ibnu Mundzir, berpendapat orang tersebut tidak wajib mengulangi sholatnya. Alasan logis dari pendapat ini adalah karena seorang Muslim diperintahkan untuk sholat dengan pakaian yang ia yakini suci berdasarkan pengetahuannya saat itu. Ia tidak dibebani untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi atau di luar kemampuannya. Maka, jika ia telah sholat dalam keadaan demikian, berarti ia telah menunaikan kewajibannya sesuai dengan yang ia ketahui.