Pendapat yang menyebutkan sholatnya dan tidak perlu mengulanginya itu dikemukakan oleh Ibnu Umar, ‘Atha’, Ibnu al-Musayyib, Thawus, Salim, Mujahid, asy-Sya’bi, az-Zuhri, an-Nakha’i, al-Hasan, Yahya al-Anshari, al-Auza’i, Ishaq, dan Abu Tsaur. Lebih jauh Simak penjelasan Ibnu Mundzir, berikut ini:
وإذا صلى الرجل، ثم رأى في ثوبه نجاسة لم يكن علم بها، ألقى الثوب عن نفسه، وبنى على صلاته، فإن لم يعلم بها حتى فرغ من صلاته فلا إعادة عليه، يدل على ذلك أن النبي صلى الله عليه وسلم لم يعد ما مضى من الصلاة.
Artinya: “Jika seseorang sedang sholat lalu melihat najis pada pakaiannya yang sebelumnya tidak ia ketahui, maka ia cukup melepaskan pakaian itu dan melanjutkan sholatnya. Namun jika ia baru mengetahuinya setelah sholat selesai, maka sholatnya tetap sah dan tidak perlu diulang,” (Ibnu Mundzir, al-Awsath fi as-Sunan wa al-Ijma’ wa al-Ikhtilaf, [Kairo: Darul Falah, 2010 M], Jilid II, hlm 288).
Dari penjelasan di atas, terdapat dua pendapat. Namun, bagi masyarakat Indonesia yang umumnya bermazhab Syafi’i, sikap kehati-hatian tetap diutamakan. Dalam mazhab Syafi’i, menghilangkan najis merupakan syarat sah sholat. Karena itu, jika seseorang baru mengetahui setelah sholat ada najis di pakaiannya, sholatnya dianggap tidak sah dan wajib diulangi agar ibadahnya sempurna dan diterima Allah SWT. Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)