Ketika doa tak kunjung dikabulkan, bisa jadi hal itu merupakan momentum yang tepat untuk mempertimbangkan kemaslahatan diri. Mungkin saja dengan belum atau tidak dikabulkannya doa tersebut menjadi sebuah karunia, sebab Allah lebih mengetahui yang terbaik untuk hamba-Nya. Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 216:
وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”
Seorang muslim hendaknya tetap husnudzan (berprasangka baik) kepada Allah ketika doanya tidak segera dikabulkan. Bisa jadi, Allah akan mengabulkan doa tersebut di waktu yang tepat, yaitu ketika jiwa dan raga telah “satu server” dengan apa yang diinginkan dalam doa tersebut.
Misalnya, saat berdoa menginginkan rezeki yang melimpah, bisa jadi akan dikabulkan ketika hati sudah mampu memandang harta hanya sebagai titipan. Penundaan ini didasari kasih sayang, sebagaimana anak kecil yang meminta pisau, orang tuanya baru akan memberikannya ketika ia telah cukup dewasa dan mampu menggunakannya dengan bijak.
Doa yang belum dikabulkan terkadang menjadi jalan untuk terus mendekatkan diri kepada Allah. Dengan ditundanya pengabulan doa itu, Allah menginginkan hamba-Nya terus berdoa, memohon, dan bergantung kepada-Nya. Hal ini diumpamakan seperti pengamen yang punya suara merdu, pihak yang mendengarkan menjadi senang jika ia terus bernyanyi dan akan memberikan imbalan yang cukup memuaskan.
(Erha Aprili Ramadhoni)