Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Hakikat Doa dalam Islam: Bukan Sekadar Permohonan

Erha Aprili Ramadhoni , Jurnalis-Rabu, 12 November 2025 |08:55 WIB
Hakikat Doa dalam Islam: Bukan Sekadar Permohonan
Hakikat Doa dalam Islam: Bukan Sekadar Permohonan (Ilustrasi/Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Sebagai umat Islam, doa menjadi sarana untuk memohon, meminta ampunan, hingga diberikan kemudahan oleh Allah SWT. Keluh kesah hingga keinginan bisa diutarakan melalui doa.

1. Doa

Namun, terkadang ketika doa tak kunjung terkabul, timbul rasa gelisah. Dalam pandangan Islam, doa adalah wujud eksistensi seorang hamba di hadapan Tuhannya. Ia bukan sekadar permintaan, melainkan pengakuan terdalam bahwa manusia itu fakir, lemah, dan sangat bergantung kepada Allah. Imam al-Ghazali menjelaskan:

ان في الدعاء تحقيق العبودية والافتقار، وهو مظهر حاجة العبد الى ربه في كل حال

Artinya: “Sesungguhnya dalam doa terdapat perwujudan penghambaan dan kefakiran. Ia adalah manifestasi kebutuhan hamba kepada Tuhannya dalam setiap keadaan,” (Ihya’ Ulumuddin, [Beirut, Darul Minhaj], Jilid I, Halaman 294)

Melansir laman NU, Rabu (12 November 2025), melalui doa, seorang hamba menegaskan jati dirinya sebagai makhluk yang membutuhkan. Rasa butuh itu adalah roh penghambaan, yang harus dijaga dalam setiap keadaan. Itu karena ketika seseorang tidak lagi merasa membutuhkan Allah, ia akan mencari sandaran lain, entah itu hawa nafsu, ego, atau bahkan khayalannya sendiri.

Bagi orang-orang yang mulai kehilangan makna doa, Ibnu Athaillah as-Sakandari memberi peringatan lembut dalam Al-Hikam:

 لا تكن مطلبك سببا للاعطاء منه

Artinya: “Jangan jadikan permintaanmu sebagai sebab untuk diberi oleh-Nya.”

Kalimat singkat ini sarat makna. Doa bukanlah alat transaksi antara hamba dan Tuhan. Ia bukan sebab yang memaksa Allah untuk memberi, melainkan ibadah yang menunjukkan ketundukan dan kerendahan hati.

Berdoa bukan berarti sedang menawar, memancing, atau memaksa Allah agar mengabulkan keinginan. Cara pandang seperti ini justru menyempitkan makna doa dan menempatkan manusia seolah memiliki daya tawar terhadap Tuhannya. Padahal, hakikat doa adalah pernyataan kehambaan dan pengakuan bahwa kita tidak memiliki daya dan upaya selain dengan izin-Nya.

 

Allah SWT berfirman:

 وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.’” (QS Ghafir: 60)

Ayat ini menunjukkan, doa bukan sekadar permintaan, melainkan bagian dari ibadah itu sendiri. Orang yang enggan berdoa dianggap sombong, karena menolak mengakui ketergantungannya kepada Allah.

Dalam pandangan umum, doa dan ikhtiar sering dipahami sebagai jalan untuk meraih apa yang diinginkan. Namun, jika ditelaah lebih dalam, hakikat berdoa bukanlah untuk “memenuhi kebutuhan pribadi”, melainkan untuk menghadirkan kesadaran bahwa manusia adalah hamba yang lemah, bergantung, dan tidak berdaya tanpa pertolongan Allah.

Allah SWT adalah Zat yang memiliki segala hak untuk disembah, dimintai pertolongan, dan dipuji. Dengan berdoa, manusia sedang mengembalikan segala urusannya kepada-Nya, menegaskan dirinya hanyalah makhluk yang bergantung sepenuhnya pada kehendak Tuhan.

Pada hakikatnya, berdoa adalah ibadah yang lebih tinggi nilainya daripada sekadar terkabulnya doa itu sendiri.

Wallahualam

(Erha Aprili Ramadhoni)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement