Rasulullah SAW mencontohkan interaksi penuh kasih tanpa melanggar batas. Rasulullah mencium cucunya Hasan dan Husain dengan lembut, menunjukkan kasih sayang pada anak tidak harus diwujudkan dengan sentuhan yang berlebihan, apalagi yang berpotensi menimbulkan fitnah.
مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ
Artinya : “Barang siapa tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi.” (HR. al-Bukhārī, no. 5997)
Namun kasih sayang harus berjalan dalam bingkai adab dan syariat. Sentuhan yang baik adalah yang mendidik dan menenangkan; sentuhan jahat adalah yang menyakiti; sementara sentuhan tidak pantas adalah yang mencederai kehormatan anak.
Karena itu, setiap orang dewasa, terutama di lingkungan pendidikan dan sosial wajib memahami tiga kategori sentuhan:
Sentuhan baik, seperti menolong anak yang jatuh atau mengelus kepala dengan kasih (dalam batas mahram), atau bersalaman secara sopan.
Sentuhan jahat, yaitu kekerasan fisik yang menyakiti tubuh dan jiwa anak, seperti mencubit, memukul, menoyor, membentak.
Sentuhan tidak pantas, yakni segala bentuk rabaan pada area pribadi (aurat) atau sentuhan dengan niat yang tidak benar.
Menjaga diri dari menyentuh anak orang lain sembarangan bukan hanya etika sosial, melainkan perintah agama untuk melindungi fitrah dan martabat anak. Rasulullah SAW bersabda:
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Artinya : “Seorang Muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. al-Bukhārī, no. 10; Muslim, no. 40)
Tangan yang seharusnya menjadi sarana kasih sayang, jangan sampai menjadi alat kezaliman. Sebab di dalam Islam, menjaga kehormatan anak berarti menjaga masa depan umat.
(Erha Aprili Ramadhoni)