Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah swt, Imam Fakruddin Ar-Razi dalam tafsir Mafatihul Ghaib Vol 14, hal 193 menjelaskan bahwa pada ayat di atas, Allah Swt memberikan penegasan bahwa tugas sebagai khalifah bukanlah tugas yang mudah. Manusia yang melaksanakan tugasnya sebagai khalifah dengan baik maka akan mendapatkan hasil yang baik. Sebaliknya, manusia yang sembrono dalam tugasnya sebagai khalifah akan mendapatkan balasan yang setimpal.
Ar-Razi berkata:
ثُمَّ إِنَّ هَذَا الْمُكَلَّفَ إِمَّا أَنْ يَكُونَ مُقَصِّرًا فِيمَا كُلِّفَ بِهِ وَإِمَّا أَنْ يَكُونَ مُوَفِّرًا فِيهِ فَإِنْ كَانَ الْأَوَّلَ كَانَ نَصِيبُهُ مِنَ التَّخْوِيفِ وَالتَّرْهِيبِ وَإِنْ كَانَ الثَّانِيَ وَهُوَ أَنْ يَكُونَ مُوَفِّرًا فِي تِلْكَ الطَّاعَاتِ كَانَ نَصِيبُهُ مِنَ التَّشْرِيفِ وَالتَّرْغِيبِ
Artinya: “Manusia yang diberi beban tugas sebagai khalifah adakalanya melaksanakan tugasnya dengan sembrono, adakalanya melaksanakan tugasnya dengan baik. Jika termasuk golongan yang pertama, maka hasilnya adalah kekhawatiran dan ketakutan. Sebaliknya jika termasuk golongan yang kedua yaitu melaksanakan tugas sebagai khalifah sesuai perintah maka balasannya adalah kemuliaan dan suka cita”.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah swt,
Dalam kaitannya dengan pengelolaan alam, ayat ini sangat relevan menjadi argumentasi hubungan manusia sebagai khalifah dan lingkungan alam yang dikelola sebagai hubungan timbal balik. Sebagai khalifah, manusia yang mengelola alam dengan baik, mengambil seperlunya dan tidak melakukan perusakan alam akan mendapatkan hasil yang baik pula. Sebaliknya, eksploitasi alam berlebihan akan sangat mungkin mendatangkan bencana bagi manusia.