JAKARTA - Ghibah dan namimah adalah dua penyakit lisan yang sangat berbahaya karena dapat merusak tatanan masyarakat. Keduanya merusak persaudaraan, menyalakan fitnah, dan memecah tatanan masyarakat.
Khutbah Jumat yang berjudul: “Dua Penyakit Lisan yang Merusak Tatanan Masyarakat”, mengingatkan kita agar menjaga lisan, menjauhi adu domba, serta memperbaiki diri sebelum sibuk mencari aib orang lain.
Barikut teksnya sebagaimana dilansir dari laman Nu Online.
الحَمْدُ لِلّٰهِ العَلِيِّ الأَعْلَى، الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى، وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، عَالِمِ السِّرِّ وَالنَّجْوَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، الدَّاعِيَ إِلَى كَلِمَةِ التَّقْوَى. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَئِمَّةِ العِلْمِ وَالهُدَى. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala, satu-satunya Tuhan yang wajib dan berhak disembah, Pencipta segala sesuatu, yang menakdirkan terjadinya segala sesuatu, Maha Kuasa atas segala sesuatu, tidak membutuhkan kepada segala sesuatu dan berbeda dengan segala sesuatu, yang tidak membutuhkan kepada tempat dan arah serta Maha Suci dari bentuk dan ukuran.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dalam kitab ad-Durrul Mantsur, Imam as-Suyuthi meriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ketika beliau ditanya tentang firman Allah Ta'ala:
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
Artinya: ""Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela." (Q.S Al-Humazah ayat 1)
Beliau menjawab:
هُوَ الْمَشَّاءُ بِالنَّمِيمَةِ، الْمُفَرِّقُ بَيْنَ الْجَمْعِ، الْمُغْرِي بَيْنَ الْإِخْوَانِ
Artinya, “Itulah orang yang berjalan membawa-bawa fitnah adu domba, memecah belah persatuan, dan merusak hubungan di antara saudara-saudara sesama muslim.”
Yang dimaksud dengan “wayl” dalam ayat tersebut adalah kebinasaan, kehinaan, dan azab. Al-humazah ialah orang yang suka berjalan menyebarkan adu domba dan memecah belah persaudaraan. Sedangkan al-lumazah adalah orang yang suka menggunjing dan mencari-cari aib.
Ibnu al-Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Ishaq bahwa Umayyah bin Khalaf, salah seorang pemuka kaum kafir Quraisy, apabila melihat Nabi, ia selalu mencela dan menghina beliau. Ia menuduh Nabi dengan berbagai celaan yang dusta, padahal sesungguhnya Nabi sama sekali tidak memiliki aib. Maka Allah Ta‘ala menurunkan surat al-Humazah.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sesungguhnya di antara penyakit yang paling buruk dan banyak merebak di tengah masyarakat pada masa sekarang ini adalah ghibah, namimah (adu domba), serta menghasut dengan menyalakan api fitnah di antara sesama. Inilah bahaya besar yang harus dihadapi dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang baik. Banyak sekali nash syar‘i yang memberi peringatan keras terhadap bahaya-bahaya semacam ini, yang kini mengancam tatanan masyarakat kita.
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
تَدْرُوْنَ مَنِ الْمُسْلِمُ؟ قَالُوْا: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، قَالَ: تَدْرُوْنَ مَنِ الْمُؤْمِنُ؟ قَالُوْا: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: مَنْ أَمِنَهُ الْمُؤْمِنُوْنَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ السُّوْءَ فَاجْتَنَبَهُ (رواه الإمام أحمد)
Artinya, “Tahukah kalian siapakah seorang muslim itu?” Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” Kemudian beliau bersabda lagi: “Tahukah kalian siapakah seorang mukmin itu?” Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Seorang mukmin adalah orang yang kaum mukminin merasa aman terhadap jiwa dan harta mereka darinya. Dan seorang muhajir adalah orang yang meninggalkan segala keburukan lalu menjauhinya.” (HR Imam Ahmad)
Karena itu, seorang mukmin yang sempurna adalah orang yang manusia selamat dari gangguannya, baik terhadap jiwa mereka maupun harta mereka. Ia tidak pernah menyakiti kaum muslimin dengan sesuatu yang mengganggu mereka, baik dengan tangannya maupun dengan lisannya, seperti ghibah, namimah, dan menghasut dengan menyalakan api fitnah di antara kaum beriman, serta berbagai bentuk keburukan lainnya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sesungguhnya ghibah dan namimah adalah dosa-dosa yang keji dan penyakit-penyakit yang merusak, yang dapat menghancurkan tatanan masyarakat. Nabi telah menjelaskan apa itu ghibah. Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda: “Tahukah kalian apa itu ghibah?” Mereka menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang ia benci.”
Lalu ditanyakan: “Bagaimana jika apa yang aku katakan itu memang ada pada saudaraku?” Beliau menjawab: “Jika memang ada padanya apa yang engkau katakan, maka engkau telah menggunjingnya. Namun jika tidak ada padanya apa yang engkau katakan, maka engkau telah membuat kebohongan besar (buhtan) terhadapnya.” (HR Muslim)
Adapun ghibah yang diharamkan oleh Allah Ta‘ala adalah engkau menyebut saudaramu yang beriman, baik ia masih hidup maupun telah wafat, kecil maupun besar, dengan sesuatu yang ia benci jika mendengarnya. Baik hal itu berkaitan dengan tubuhnya, nasabnya, pakaiannya, rumahnya, atau akhlaknya. Misalnya seseorang berkata: “Si Fulan itu pendek,” atau “Ia banyak tidur,” atau "Ia banyak makan,” atau “Pakaiannya kotor,” atau “Ia dikuasai oleh istrinya,” atau ucapan-ucapan lain yang jelas akan ia benci jika sampai terdengar olehnya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum ghibah. Sebagian menggolongkannya sebagai dosa besar, sementara sebagian yang lain menganggapnya dosa kecil. Pendapat yang benar adalah dengan merinci: jika ghibah itu ditujukan kepada orang-orang saleh dan bertakwa, maka tanpa ragu itu termasuk dosa besar. Adapun jika ditujukan kepada selain mereka, maka tidak serta-merta dihukumi dosa besar.
Namun, bila seorang mukmin yang fasik digunjing sampai pada batas berlebihan, dengan menyebut-nyebut keburukannya hanya untuk bahan hiburan, maka itu pun termasuk dosa besar.
Hal inilah yang dimaksud dalam hadis riwayat Abu Dawud dari Sa‘id bin Zaid, bahwa Nabi bersabda:
إِنَّ أَرْبَى الرِّبَا اسْتِطَالَةُ الرَّجُلِ فِي عِرْضِ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ
Artinya, “Sesungguhnya riba yang paling besar adalah seorang lelaki memperpanjang lisannya terhadap kehormatan saudaranya sesama muslim.”
Perbuatan semacam ini termasuk dosa besar yang sangat berat, karena Nabi menggambarkannya sebagai riba yang paling besar, yakni dosanya sebanding dengan bentuk riba yang paling berat.
Cukuplah sebagai peringatan tentang bahaya dan keburukan ghibah firman Allah Ta‘ala:
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
Artinya, “Dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kalian merasa jijik kepadanya.” (QS. al-Hujurat)
Dalam ayat ini, Allah menggambarkan ghibah seperti memakan daging saudara sendiri yang telah mati. Sebagaimana akal yang sehat mengarahkan kita jijik memakan daging saudara yang telah mati, demikian pula agama yang lurus menuntut kita untuk membenci ghibah dan menjauhinya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dalam hadits Isra’ dan Mi‘raj, dari Anas, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketika aku dimi’rajkan, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga. Mereka mencakar wajah dan dada mereka sendiri. Maka aku bertanya: ‘Siapakah mereka itu, wahai Jibril?’ Jibril menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia, yakni menggunjing mereka, dan merusak kehormatan mereka.’” (HR Abu Dawud)
Adapun namimah adalah menyampaikan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara keduanya, misalnya menyampaikan perkataan Zaid kepada Amr yang berisi celaan terhadap Amr, lalu sebaliknya, sehingga menimbulkan fitnah dan permusuhan di antara keduanya.
Allah Ta‘ala telah mencela istri Abu Lahab yang jahat itu dengan firman-Nya:
وَٱمۡرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ ٱلۡحَطَبِ
Artinya, “Dan istrinya, pembawa kayu bakar.”
Imam al-Bukhari menukil perkataan Mujahid: “Pembawa kayu bakar maksudnya adalah orang yang berjalan membawa namimah (adu domba).” Muhammad bin Sirin berkata: “Istri Abu Lahab biasa menyebarkan namimah tentang Nabi dan para sahabat beliau kepada kaum musyrikin.” Hal ini disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari. Al-Farra’ berkata: “Istri Abu Lahab biasa menyebarkan namimah, lalu menghasut, sehingga menyalakan api permusuhan di antara mereka. Maka Allah mengungkapkannya dengan ungkapan ‘membawa kayu bakar’.”
Dari Hudzaifah, ia berkata: Aku mendengar Nabi bersabda:
لَا يَدْخُلُ الجَنَّةَ نَمَّامٌ (رواه مسلم)
Artinya, “Tidak akan masuk surga, bersama golongan yang pertama masuk surga, orang yang suka menyebarkan namimah.” (HR Muslim)
Namun, bukan berarti hadits ini menunjukkan bahwa pelaku namimah sama sekali tidak akan masuk surga, sebab namimah dan ghibah bukanlah kekufuran. Akan tetapi, maksudnya adalah ia tidak akan masuk surga bersama golongan pertama yang masuk, karena ia berhak mendapatkan azab di akhirat jika tidak bertaubat sebelum kematian menjemputnya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Di masa yang penuh fitnah dan kerusakan ini, orang yang cerdas adalah ia yang memandang dengan mata hatinya, lalu sibuk memperbaiki dan meluruskan dirinya sendiri, tidak menyibukkan diri dengan ucapan sia-sia dan perdebatan tak berguna. Berbeda dengan keadaan banyak orang pada hari ini yang tenggelam dalam lumpur kebodohan, dosa, dan hawa nafsu, namun ia tidak berhenti mencari-cari aib orang lain dan menyebarkannya.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam al-Adab al-Mufrad dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:
يُبْصِرُ أَحَدُكُمْ القَذَاةَ فِي عَيْنِ أَخِيْهِ وَيَنْسَى الْجِذْلَ أَوِ الْجِذْعَ فِي عَيْنِ نَفْسِهِ
Artinya, “Salah seorang di antara kalian melihat kotoran kecil di mata saudaranya, tetapi ia lupa akan batang kayu besar di matanya sendiri.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua dan dapat kita amalkan bersama.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُز أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيۡهِ وَسَلِّمُواْ تَسۡلِيمًا
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هٰذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
(Rahman Asmardika)