كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, awal bulan di hari Senin dan Kamis.” (HR. Abu Daud no. 2437 dan An-Nasa’i no. 2374. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal menyebutkan, di antara sahabat yang mempraktikkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut untuk berpuasa. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama. (Latho’if Al-Ma’arif, hlm. 459)
Bagaimana dengan riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukan puasa Dzulhijjah? Riwayatnya dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَائِمًا فِى الْعَشْرِ قَطُّ