Sebenarnya, harta gono gini tidak ada dalam sejarah Islam. Namun hukum fiqih Islam menghargaikan adat istiadat di suatu kaum.
Seperti landasan fiqih berikut ini.
الثابت بالعرف كالثابت بالنص
"Ketetapan hukum yang didasarkan atas tradisi sama dengan ketetapan yang didasarkan atas syara’."
atau
استعمال الناس حجة يجب العمل يها
"Kebiasaan masyarakat banyak adalah dasar hukum yang harus diikuti."
Oleh karena itu, NU Online menyimpulkan bahwa agama Islam menghargai adanya adat harta gono gini. Hukum Islam cukup luwes, luas, dan dinamis, asal tidak tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama atau maqashid al syari’ah.
Sesuai dengan yang disampaikan Imam Syihab al-Din al-Qarafi (w.1285 M), tokoh besar dalam mazhab Maliki, dalam bukunya yang terkenal al-Furuq.
Beliau mengatakan :
"فمهما تجدد فى العرف اعتبره ومهما سقطت أسقطه ولا تجمد على المسطور فى الكتب طول عمرك بل اذا جاءك رجل من غير إقليمك يستفتيك لا تجره على عرف بلدك واسأله عن عرف بلده وافته به دون عرف بلدك والمقرر فى كتبك. فهدا هو الحق الواضح والجمود على المنقولات أبدا ضلال فى الدين وجهل بمقاصد علماء المسلمين والسلف الماضين" (الفروق, ج 1 ص 176-177).
“Manakala tradisi telah terbarui, ambillah, jika tidak, biarkanlah. Janganlah kamu bersikap kaku terhadap sumber-sumber tertulis dalam buku-bukumu sepanjang hidupmu. Jika ada seseorang datang kepadamu dari negeri lain dengan maksud meminta fatwa kepadamu, janganlah kamu sampaikan fatwa berdasarkan tradisi negerimu. Bertanyalah lebih dulu tentang tradisinya, dan berikanlah fatwa berdasarkan tradisinya, bukan tradisimu dan bukan pula menurut yang ada di buku-bukumu. Ini adalah cara yang benar dan jelas.”(Al-Qarafi, al-Furuq, I/176-177).
Waallahua'lam.
(Vivin Lizetha)