Lebih lanjut, dalam disertasi, Abdul Aziz mengkritik konsep Syahrur, dengan menyebut tampaknya ada bias-bias subjektivitas pencetusnya. Di antara bias dimaksud barangkali adalah Syahrur ingin mengubah hukum zina yang disusun berdasarkan sentimen pribadi (politik), bukan atas pembuktian.
Sebab pensyaratan pembuktian zina yang demikian ketat, menurut Syahrur, ingin menunjukan agar janganlah mudah menghukum orang berzina.
"Sayangnya, dalam abstrak, Abdul Aziz tidak menulis kritik tersebut. Malah menyebut konsep Syahrur ini sebagai teori baru dan dapat dijadīkan justifikasi keabsahan hubungan seksi nonmarital. Kalimat terakhir ini juga yang menjadi bagian dari keberatan tim penguji promosi. Selanjutnya tim meminta Abdul Aziz menyempurnakan abstrak untuk disesuaikan dengan isi disertasi," paparnya.
Sementara itu, sebagai penguji, Dr Agus Najib punya beberapa poin penting sebagai kritiknya. Hal pertama yang dia sampaikan ialah penyebutan istilah 'Milk Al Yamin' dalam Al-Quran tidak hanya berakitan dengan 'budak perempuan' yang dimiliki laki-laki (ma malakat aimanuhum), tetapi juga 'budak laki-laki' yang dimiliki perempuan (ma malakat aimanuhunna).
Syahrur hanya terfokus pada 'Budak perempuan' yang dimaknai secara kontemporer, sehingga pembahasan yang dilakukan tidak komprehensif dan secara konseptual masih dipertanyakan, apalagi kemudian akan diterapkan dalam masyarakat.
Lalu, poin lain yang menjadi kritikan Agus ialah hubungan nonmarital ini berbeda dengan akad nikah, disebut oleh Syahrur dengan istilah aqd ihson 'akad komitmen'. Kalau pun dianggap sebagai sebuah akad, seharusnya Syahrur mengemukakan syarat dan rukunnya. Syahrur belum menjelaskan syarat rukun akad tersebut secara jelas.
Kemudian, pandangan Syahrur berangkat dari kebiasaan dan tradisi ('urf) masyarakat Barat-sekuler saat ini yang mentolerir adanya samen leven (musakanah, kumpul kebo). Karena perebdaan 'urf, kebiasaan dan tradisi semacam itu tidak bisa diterima masyarakat Muslim.
"Dengan alasan itu, pandangan Syahrur tersebut di samping secara teoritis masih diperdebatkan, juga secara praksis tidak sesuai dengan 'urf masyarakat muslim," tegas Agus.
(Utami Evi Riyani)