Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Hukum Menikahi Perempuan Hamil dalam Islam

Novie Fauziah , Jurnalis-Rabu, 25 September 2019 |00:45 WIB
Hukum Menikahi Perempuan Hamil dalam Islam
Perempuan menikah (Foto: Shutterstock)
A
A
A

3. Sah dengan syarat selama menikah tak berhubungan badan sampai melahirkan

Sah jika diserati dengan syarat, selama menikah tidak berhubungan badan dengan istri sampai dia melahirkan. Pendapat ini didukung oleh Abu Hanifah dalam satu riwayat (asy-Syarh al-Kabir 7/502-503, al-Hawi al-Kabir 9/497-498).

Abu Hanifah berpendapat, meskipun sah dinikahi, tapi tidak boleh disetubuhi sebelum melahirkan. Tertulis dalam hadits:

لَا تَسْقِ بِمَائِكَ زَرْعَ غَيْرِكَ

"Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan air (mani)nya ke tanaman [35] orang lain" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

4. Sah dengan syarat  dilakukan setelah wanita melahirkan

Dengan adanya syarat menikahnya dilakukan setelah wanita melahirkan (istibra’). Didukung oleh Rabi’ah, Sufyan Tsauri, Malik, Auza’ie, Ibnu Syubrumah, Abu Yusuf, dan Abu Hanifah dalam riwayat yang lain (al-Hawi al-Kabir 9/497-498, asy-Syarh al-Kabir 7/502-503).

Mereka berpendapat, wanita hamil karena zina memiliki iddah sehingga haram dinikahi sebelum selesai iddahnya. Dalil mereka adalah QS. Ath-Thalaq ayat 4:

وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

"Dan perempuan-perempuan yang hamil itu ‘iddah mereka sampai mereka melahirkan."

Disebutkan juga dalam hadits:

أَلَا لَا تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلَا غَيْرَ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ

"Ingatlah, tidak disetubuhi wanita hamil hingga ia melahirkan dan tidak juga pada wanita yang tidak hamil sampai satu kali haidh" (HR. Abu Dawud, Ahmad dan Ad-Darimi).

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement