3. Merubah Kemunkaran dan Kemaksiatan pada Kebenaran
Dengan menyebut nama pembuat kemunkaran serta kemaksiatan pada seseorang yang diharapkan mampu merubahnya dengan berkata “Si Anu telah melakukan tindakan ini, maka cegahlah..!!” dengan tujuan menghilangkan kemungkaran bila tidak maka menggunjingnya hukumnya haram.
4. Memberi Peringatan kepada Kaum Muslimin
Menurut Imam Nawawy dalam permasalahan ini terdapat 5 gambaran :
a . Menerangkan/menyebutkan cacatnya nama seseorang dalam sebuah riwayat hadits/saksi, kebolehan gibah dalam hal ini disepakati ulama dalam rangka kemurnian syariat.
b . Membicarakan seseorang dalam rangka musyawarah semacam hendak mengikat tali perkawinan
c . Saat melihat seseorang yang hendak membeli suatu barang cirri yang tidak ia ketahui, untuk memberi petunjuk padanya bukan dalam rangka menghina atau merusak citra.
d . Saat melihat seseorang yang hendak belajar agama dan ragu atas dua pilihan, agar tidak tersesat pada orang fasik dan ahli bid’ah maka boleh bagimu memberi nasehat padanya.
e . Mengadukan seorang pimpinan pada atasannya atas ketidakprofesionalannya atau kefasikannya agar diketahui dan segera diganti supaya tidak tertipu dan dilanggengkan kepimpinannya.
5. Kekurangan yang Ia Lakukan Terang-terangan
Bila seseorang terang-terangan menjalani kefasikan atau kebid’ahannya, maka boleh menyebutkan cela yang secara jelas ia lakukan, dan haram menyebutkan lainnya kecuali bila ada hal yang memperbolehkan penyebutan lainnya.
6.Penamaan
Boleh menyebutkan kekurangan orang lain bila justru ia lebih dikenal dan diberi julukan dengan kekurangannya itu, seperti “Si Rabun, Si Pincang, Si Jereng, Si Cebol, Si Buta, Si Buntung” dan sebagainya, asalkan tidak bertujuan merendahkan kekurangannya. Bila masih memungkinkan penamaan dengan selain kekurangannya tentu lebih utama dan bijaksana.
Wallaahu A’lamu Bis Showaab. Demikian dipaparkan Almira dengan referensi Kitab Al-Adzkaar Li an-Nawawy 1/340.
(Abu Sahma Pane)