Gus Baha mengatakan, secara fikih, syarat haji itu harus istitho'ah (mampu), meliputi istitho'ah bi nafsihi dan istitho'ah bi ghoirihi. Istitho'ah bi ghoirihi ini bisa dilakukan karena meninggal dunia dan sakit parah seperti stroke, dan lain-lain.
Alasan Gus Baha meminta masyarakat mau menghajikan orangtua meskipun sakit parah, sebelum wafat karena ketika orangtua masih sadar, maka ada partisipasi berupa niat dalam proses badal haji.
Setidaknya, lanjut Gus Baha, punya wewenang untuk memutuskan menjual mobil ini dan itu, jual kambing, atau harta lainnya untuk tambahan biaya badal haji. Ada sumbangsih juga dalam memilih orang yang akan membadalkan hajinya.
Ia menjelaskan, dikhawatirkan kalau badal hajinya nunggu wafat, ternyata waktu hidup orang tersebut tidak terlintas haji di pikirannya, parahnya malah berpikiran bahwa haji itu masalah.
"Sehingga ketika ditawari haji, malah bicara tidak jelas. Ini bisa digolongkan fasiq, menganggap haji adalah masalah," ucapnya.