Ke depan, lanjut dia, perlu dipikirkan kemungkinan penyembelihan hewan dam dan pembagian dagingnya di Indonesia. Sebab jika hal itu bisa dilakukan, maka akan jauh lebih ekonomis dan praktis.
Nash Alquran tidak menjelaskan secara rinci kaitan dengan jenis hewan juga lokasi penyembelihan. Alquran hanya berbicara bahwa kepatuhan jamaah haji terhadap kewajiban memotong hewan dam merupakan cerminan sifat takwanya.
"Diskursus pemotongan dan pemanfaatan hewan dam di Tanah Air perlu menjadi pemikiran ke depan, karena akan jauh lebih praktis dan ekonomis dari sisi biaya," katanya.
"Pakar ushul fiqh, Profesor KH Ibrahim Hosen LML, pernah melontarkan ide bahwa pemotongan dan pemanfaatan daging dam untuk warga Saudi sudah tidak relevan, karena ilat pemanfaatannya untuk fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan sudah tidak ada lagi. Apalagi setelah banyak ditemukan ladang minyak di Saudi, ekonomi warga Saudi meningkat dan lebih makmur," papar Hilman.
Direktur Bina Haji Kemenag Arsad Hidayat menambahkan, penyusunan pedoman saat ini melibatkan banyak pihak di luar Kemenag seperti Baznas, Kementan, Kemendag, BP POM, dan Bea Cukai untuk mendapatkan masukan sekaligus mengevaluasi pelaksanaan tata kelola Dam yang dilaksanakan pada 1444 H/2023 M.
"Penyusunan Pedoman Pengelolaan Dam kali ini melibatkan banyak unsur di luar Kemenag untuk mendapatkan masukan dan saran perbaikan agar program pengelolaan dam di tahun 1445H/2025M berjalan lancar dan sesuai harapan," sebutnya.
Kasubdit Pembinaan Jamaah yang juga Ketua Pelaksana, Khalilurrahman, menambahkan, pedoman standar tata kelola dam yang disusun tidak hanya mengatur petugas, tapi juga jamaah haji. Pedoman ini diharapkan sudah bisa digunakan pada operasional haji 1445 H/2024 M.
(Hantoro)