Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Gusur Jamaah yang Datang Duluan ke Masjid, Bagaimana Hukumnya?

Redaksi , Jurnalis-Kamis, 19 Desember 2024 |17:15 WIB
Gusur Jamaah yang Datang Duluan ke Masjid, Bagaimana Hukumnya?
Gusur jamaah yang datang duluan ke masjid, bagaimana hukumnya? (Ilustrasi/Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Tak jarang jamaah datang terlambat ke masjid. Saat kondisi itu, tak jarang pula ada yang ingin berada di barisan saf depan. Bahkan, tak dimungkiri ada yang meminta atau menggeser jamaah yang datang terlebih dahulu.

Lalu, bagaimana hukum menggusur jamaah yang sudah datang lebih dulu di masjid?

Melansir laman NU, Kamis (19/12/2024), Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan sikap egaliter secara tegas melarang perbuatan semacam itu, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُقَامَ الرَّجُلُ

مِنْ مَجْلِسِهِ وَيَجْلِسَ فِيهِ آخَرُ، وَلَكِنْ تَفَسَّحُوا وَتَوَسَّعُوا، وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَكْرَهُ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ مِنْ مَجْلِسِهِ ثُمَّ يُجْلَسَ مَكَانَهُ

Artinya, "Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa Nabi ﷺ bersabda, 'Beliau melarang seseorang dipaksa bangun dari tempat duduknya untuk kemudian diduduki oleh orang lain. Namun, hendaklah kalian memberi kelapangan dan memperluas tempat duduk.' Ibnu Umar juga membenci seseorang yang bangkit dari tempat duduknya kemudian tempat tersebut diambil alih oleh orang lain." (HR. Bukhari).

Menurut Ibnu Abi Jamrah sebagaimana dikutip Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari-nya berkata: "Lafaz hadits di atas bersifat umum dalam konteks majelis, akan tetapi lafaz tersebut dikhususkan pada majelis-majelis yang mubah; baik majelis umum seperti masjid, majelis para hakim, dan majelis ilmu, atau majelis khusus seperti seseorang yang mengundang orang tertentu ke rumahnya untuk menghadiri jamuan atau semacamnya."

"Adapun majelis-majelis yang seseorang tidak memiliki hak kepemilikan atau izin di dalamnya, maka ia boleh diminta keluar atau dipindahkan. Ketentuan ini berlaku pada majelis-majelis umum, tetapi tidak berlaku secara umum bagi semua orang. Hal ini dikhususkan bagi mereka yang tidak mengganggu, bukan untuk orang-orang gila atau mereka yang dapat menimbulkan gangguan, seperti seseorang yang makan bawang lalu masuk masjid, atau orang yang tidak beradab ketika masuk ke majelis ilmu atau sidang pengadilan."

Menurut Imam Ibnu Hajar al-Asqalani larangan menggusur orang lain yang duduk lebih dahulu adalah untuk mencegah terjadinya potensi permusuhan, dan mendorong untuk bersikap tawadhu' (rendah hati), sebab semua manusia mempunyai kedudukan yang sama dalam hal-hal yang bersifat mubah. Berikut selengkapnya:

وَالْحِكْمَةُ فِي هَذَا النَّهْيِ مَنْعُ اسْتِنْقَاصِ حَقِّ الْمُسْلِمِ الْمُقْتَضِي لِلضَّغَائِنِ وَالْحَثِّ عَلَى التَّوَاضُعِ الْمُقْتَضِي لِلْمُوَادَدَةِ وَأَيْضًا فَالنَّاسُ فِي الْمُبَاحِ كُلُّهُمْ سَوَاءٌ فَمَنْ سَبَقَ إِلَى شَيْءٍ اسْتَحَقَّهُ وَمَنِ اسْتَحَقَّ شَيْئًا فَأَخَذَ مِنْهُ بِغَيْرِ حَقٍّ فَهُوَ غَصْبٌ وَالْغَصْبُ حَرَامٌ

Artinya, "Hikmah dari larangan ini adalah untuk mencegah pengurangan hak seorang Muslim yang dapat menyebabkan permusuhan, serta mendorong sikap rendah hati yang dapat menghasilkan kasih sayang di antara sesama. Selain itu, dalam hal-hal yang mubah, semua manusia memiliki kedudukan yang sama. Barang siapa yang lebih dahulu mendapatkan sesuatu, maka ia berhak atasnya. Namun, jika seseorang mengambil sesuatu tanpa hak, maka hal tersebut dianggap sebagai perampasan (ghasab), dan perampasan itu haram hukumnya." (Ahmad bin Ali bin Hajar Abu Fadhal Al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, [Beirut, Darul Ma'rifat: 1378 H], juz XI, halaman 63).

Syekh Zainuddin al-Malibari menegaskan bahwa memaksa orang lain untuk berdiri tanpa kerelaannya hukumnya haram, berikut selengkapnya:

ويحرم أن يقيم أحدا - بغير رضاه - ليجلس مكانه. ويكره إيثار غيره بمحله، إلا إن انتقل لمثله أو أقرب منه إلى الامام. وكذا الايثار بسائر القرب

Artinya, "Dan haram hukumnya seseorang memaksa orang lain untuk berdiri tanpa kerelaannya agar ia dapat menduduki tempat tersebut. Makruh hukumnya mendahulukan orang lain untuk menempati tempatnya, kecuali jika ia pindah ke tempat yang sebanding atau lebih dekat kepada imam. Demikian pula hukum mendahulukan orang lain dalam berbagai bentuk ibadah." (Zainuddin Ahmad bin Abdul Aziz al-Malibari, Fathul Mu'in, [Beirut, Darul Ibnu Hazm: tt], halaman 211).

Syekh Bakri Syatha menjelaskan ungkapan Syekh Zainuddin al-Malibari dalam Hasiyah Fathul Mu'in-nya mengatakan: "Jika seseorang bangkit dari tempatnya atas kehendaknya sendiri dan mempersilahkan orang lain untuk duduk di tempat tersebut, maka hukumnya tidak makruh bagi pihak yang duduk menggantinya."

Wallahualam

(Erha Aprili Ramadhoni)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement